Suara.com - Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya tak terima kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan divonis ringan. Kekinian, Jaksa KPK pun menyatakan banding atas putusan majelis hakim yang memvonis Karen Agustiawan sembilan tahun penjara.
Upaya banding jaksa terhadap vonis ringan Karen diungkapkan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika.
"Saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sudah memutuskan untuk mengajukan banding, dan siang ini juga teman-teman JPU menuju ke PN Jakarta Pusat untuk mengambil salinan lengkap putusan pengadilan Karen Agustiawan, untuk selanjutnya dipelajari dan diajukan memori bandingnya," ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Namun, Tessa mengaku belum menerima penjelasan secara detail dari tim jaksa KPK terkait alasan banding tersebut, namun secara garis besar jaksa mengajukan banding karena tuntutan uang pengganti yang tidak dikabulkan oleh hakim.
Baca Juga: Curhat Menggigil saat Diperiksa, Adian PDIP Tuduh KPK Perlakukan Hasto Kristiyanto Bak Teroris
"Sepanjang pengetahuan kami, banding yang diajukan masih terkait uang pengganti yang tidak dikabulkan oleh majelis hakim," ujarnya.
Divonis Ringan
Sebelumnya, Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Selain pidana utama, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS.
Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.