Suara.com - Kapolda Sumatra Barat Irjen Suharyono akhirnya mengakui kesalahan yang diperbuat oleh anak buahnya terkait tewasnya Afif Maulana, siswa SMP di Padang karena diduga disiksa polisi. Irjen Suharyono menyebut jika ada 17 anggota Sabhara Polda Sumbar yang dianggap terlibat dalam kasus kematian Afif.
Menurutnya, belasan anggota polisi yang diduga ikut menganiaya Afif kini sedang diproses. Namun, dia belum bisa memastikan soal sanksi yang akan dijatuhkan kepada anggota yang terlibat dalam kasus itu.
“Kami sudah sampaikan 17 anggota kami akan disidangkan apakah sidang etik atau pidana, nanti kelanjutannya,” kata Suharyono, di Kantornya, Kamis (27/6/2024).
Setidaknya ada 40 anggota kepolisian mulai diperiksa oleh penyidik Propam lantaran ikut melakukan patroli saat Afif mengalami penganiayaan hingga tewas. Meski diakui ikut terlibat, belasan polisi dalam kasus tewasnya Afif belum dilakukan penahanan.
“Masih pemeriksaan, penahanan belum. Orang-orangnya masih diperiksa di ruang paminal. Syarat penahanan itu agar tidak melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya. Penyelidikan tidak ada penahanan,” ucapnya.
Suharyono mengaku bakal transparan kepada masyarakat untuk mengungkap perkembangan kasus kematian Afif.
“Kami menyuguhkan fakta sebenarnya di lapangan, kami benar-benar tidak berasumsi atau mengada-ada. Kami hadirkan secara transparan. Mohon waktu kelanjutannya akan disampaikan,” tandasnya.
Kasus ini terkuak setelah warga menemukan jenazah Afif yang tewas mengenaskan di sekitaran jembatan by pass Kuranji, Padang Sumatera Barat, Minggu (9/6/2024) lalu.
Afif diduga tewas usai disiksa usai dituduh ikut terlibat dalam aksi tawuran oleh anggota Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli.
Menurut Direktur LBH Padang, Indira Suryani, Korban saat itu berboncengan motor bersama seorang rekannya yang lain, berinisial A. Namun saat melintas, polisi menendang motor yang ditumpanginya.
Polisi menggelandang A ke Polres Polsek Kuranji. Sementara Afif, saat itu masih berada di lokasi.
Rusuk Patah hingga Paru-paru Robek
A mengaku sempat melihat korban Afif dikelilingi oleh para aparat yang memegang rotan. Namun setelah peristiwa itu, A mengaku tidak pernah lagi melihat AM.
A juga sempat diinterogasi. Bahkan, A sempat ditendang di bagian muka sebanyak 2 kali. A juga disetrum dan diancam tidak melaporkan kejadian ini. Jika A melaporkan kejadian yang dialami maka akan ditindaklanjut.
Di hari yang sama, warga sekitar menemukan jasad Afif. Saat ditemukan, kondisi jenazah dalam kondisi mengenaskan.
Berdasarkan hasil autopsi Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumatera Barat, korban Afif dinyatakan meninggal secara tidak wajar diduga akibat penyiksaan. Pasalnya, ditemukan luka lebam dan pendarahan di sekitar tubuh bocah laki-laki itu.
Di sisi lain, keluarga korban mendapatkan informasi dari anggota Kepolisian Resor Kota Padang inisial H, bahwa korban Afif meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru.
Dipaksa Berciuman Sesama Jenis
Selain AM dan A, polisi juga diduga melakukan penyiksaan terhadap 5 anak lainnya. Selain itu, polisi juga diduga ikut menyisa 2 remaja yang berusia 18 tahun. Akibatnya, para korban penyiksaan itu mengalami luka, meski tidak sampai meregang nyawa seperti AM.
Dari pengakuan A, lanjut Indira, akan-anak dan remaja ini mendapat penyikaan dengan cara dicambuk, disetrum, dan dipukul menggunakan rotan.
“Dan mendapatkan sulutan rokok di tubuh korban. Bahkan ada keterangan yang kami dapatkan, adanya kekerasan seksual berupa memaksa ciuman sejenis,” ucapnya.