Suara.com - LBH Padang menyoroti pernyataan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyanto pasca kasus tewasnya Afif Maulana alias AM (13) diduga akibat siksa anggota polisi karena dituduh terlibat tawuran. Ucapan Irjen Suharyanto menuai sorotan usai menyangkal adanya penganiayaan hingga mau mencari orang yang memviralkan kasus kematian Afif.
Direktur LBH Padang Indira Suryani juga menepis ucapan Suharyanto yang menyangkal adanya penganiayaan yang dilakukan anak buahnya. Indira mengatakan jika ucapan Kapolda Sumbar itu sangat berseberangan dengan temua luka-luka di tubuh korban yang diduga karena penyiksaan.
Dugaan penganiayaan itu makin menguat setelah LBH menemukan adanya tanda-tanda kekerasan di tubuh anak-anak lainnya.
“Kami menolak tegas hal tersebut. Kami menemukan ada tanda-tanda kekerasan yang ada ditubuh korban AM dan juga anak-anak lainnya melalui foto dan keterangan anak-anak yang dijumpai,” kata Indira lewat keterangan tertulisnya, yang diterima Suara.com, Senin (23/6/2024).
Bagaimana bisa seorang jenderal bintang dua, lanjut Indira, menyangkal tidak adanya kekerasan namun terdapat lebam di tubuh korban.
“Bagaimana kami bisa percaya tidak ada penyiksaan itu? Ketika foto dan dokumentasi menunjukkan bekas penyiksaan,” ucapnya.
Menurutnya, aparat kepolisian dilarang untuk melakukan kekerasan ketika mengusut sebuah kasus, apalagi kepada anak-anak.
“Setahu kami, dalam proses penegakan hukum tidak ada prosedur bisa melakukan penyiksaan baik ke orang dewasa maupun anak-anak,” katanya.
“Bahkan hukum mengharamkan adanya tindakan penyiksaan dan kekerasan terhadap siapapun," imbuhnya.
LBH Padang pun menaruh curiga atas ucapan Irjen Suharyanto. Sebab, polisi dianggap malah lebih sibuk mengejar orang yang memviralkan kasus Afif ketimbang mengusut aparat yang diduga telah menyiksa bocah laki-laki hingga tewas.
“Pernyataan ini sangat janggal bagi kami dan semakin menguatkan kecurigaan kami ada yang salah dengan situasi tersebut. Bukannya fokus untuk mencari pelaku yang diduga anak buahnya malah ingin melakukan kriminalisasi dan membungkam keadilan bagi korban dan keluarganya,” ucapnya.
Indira kemudian mendapatkan informasi, jika paman korban didatangi orang yang mengaku sebagai jurnalis. Namun dalam praktiknya orang tersebut malah memaksa keluarga korban membuka isi ponsel untuk mengecek semua video soal kematian Afif.
“Paman korban didatangi oleh salah satu orang yang mengaku wartawan salah satu TV dan memaksa membuka HP paman korban dan dicek semua video sambil mengatakan 'jangan coba-coba melawan polisi karena susah melawan polisi." ujarnya menceritakan insiden ancaman terhada keluarga korban.
Indira juga menganggap tindakan pengancaman sengaja dilakukan aparat kepolisian agar keluarga korban tutup mulut sehingga kasus kematian Afif tidak lagi menjadi sorotan publik.
“Kami melihat tindakan intimidasi, pengancaman dan pembungkaman sudah diduga dilakukan oleh kepolisian untuk berupaya menutup kasus ini,” ungkapnya.
Menurutnya, ucapan Kapolda Sumbar juga membuat ibu korban sangat kecewa. Seharusnya, kata dia, keluarga korban
Atas pernyataan Suharyanto, lanjut Indira, ibu korban merasa sangat kecewa. Lantaran harus berjalan melewati jalan bebatuan terjal hanya untuk mencari keadilan atas kematian anaknya yang memilukan.
“Ibu korban menyatakan hatinya bisa terobati jikalau pelaku yang diduga melakukan penyiksaan dihukum berat dan dipecat,” ucapnya.
Terkait itu, LBH Padang pun mendesak kasus kematian AM diambil alih tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mengingat pernyataan Kapolda Sumbar yang dianggap sudah berat sebelah dan memiliki kepentingan atas kasus ini.
“Kami juga mendesak, kasus ini harusnya diambil alih oleh Kapolri. Jujur kami merasa tidak percaya dan terlalu banyak konflik kepentingannya atas kasus ini,” ucapnya.
“Kami sangat meragukan independensi dan integritas kasus ini di jajaran kepolisian Sumbar apalagi dengan pernyataan Kapolda Sumbar tersebut."
Kapolda Buru Pengunggah Kasus Afif
Kasus kematian Afif menjadi viral setelah rekaman video penemuan mayat korban beredar di media sosial. Jasad anak 13 tahun itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sekitaran jembatan by pass Kuranji, Padang Sumatera Barat, Minggu (9/6/2024) lalu.
Pasca kasus itu menjadi sorotan publik, Kapolda Sumbar Irjen Suharyanto sebelumnya mengaku akan mencari orang yang sudah memviralkan soal kasus kematian Afif Maulana. Alasannya, karena video tersebut bisa merusak citra polisi.
Suharyanto menganggap pihaknya sebagai korban trial by the press alias pengadilan oleh pers buntut pemberitaan kematian AM.
Suharyanto juga membantah soal kematian AM akibat penganiayaan anggota polisi.
Dia menyebut bocah laki-laki itu tewas akibat melompat dari jembatan saat terjadi tawuran.
Keterangan tersebut, lanjut Suharyanto, didapatkan dari rekan AM, berinisial A.
A juga saat itu sempat diajak melompat, namun A menolak.
Rusuk Patah hingga Paru-paru Robek
Berdasarkan hasil autopsi Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumatera Barat, korban Afif dinyatakan meninggal secara tidak wajar diduga akibat penyiksaan. Pasalnya, ditemukan luka lebam dan pendarahan di sekitar tubuh bocah laki-laki itu.
Di sisi lain, keluarga korban mendapatkan informasi dari anggota Kepolisian Resor Kota Padang inisial H, bahwa korban Afif meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru.
Dipaksa Berciuman Sesama Jenis
Selain AM dan A, polisi juga diduga melakukan penyiksaan terhadap 5 anak lainnya. Selain itu, polisi juga diduga ikut menyisa 2 remaja yang berusia 18 tahun. Akibatnya, para korban penyiksaan itu mengalami luka, meski tidak sampai meregang nyawa seperti AM.
Dari pengakuan A, lanjut Indira, akan-anak dan remaja ini mendapat penyikaan dengan cara dicambuk, disetrum, dan dipukul menggunakan rotan.
“Dan mendapatkan sulutan rokok di tubuh korban. Bahkan ada keterangan yang kami dapatkan, adanya kekerasan seksual berupa memaksa ciuman sejenis,” ucapnya.