Suara.com - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan, bahwa putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait perkara mantan Hakim Agung Gazalba Saleh dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengacaukan sistem praktik peradilan.
Pernyataan itu merupakan salah satu pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Ketua Subachran Hardi Mulyono dalam sidang pembacaan putusan banding perlawanan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan sela Gazalba Saleh di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, Senin (24/6/2024).
"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat … karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengacaukan sistem praktik peradilan," kata Subachran.
Adapun dalam pertimbangan hukum putusan sela Gazalba Saleh, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan bahwa seluruh penuntutan pidana di Indonesia, termasuk yang dilakukan oleh KPK, hanya dapat dilakukan oleh penuntut umum yang menerima pendelegasian dari Jaksa Agung RI.
Baca Juga: Kejanggalan di Balik Putusan Hakim Kembali Bebaskan Gazalba Saleh Dari Jeratan Korupsi
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyampaikan pertimbangan hukum itu karena sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal) dan dominus litis (pengendali perkara), hanya Jaksa Agung yang menjadi penuntut umum tunggal yang berwenang melakukan penuntutan.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan tidak sependapat dengan pertimbangan hukum tersebut. Dalam hal ini, majelis hakim pengadilan tinggi mempertimbangkan beberapa ketentuan perundang-undangan.
Di antaranya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, diatur bahwa KPK bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
"Kewenangan sebagaimana ketentuan tersebut di antaranya adalah melakukan penuntutan tindak pidana korupsi," imbuh Subachran.
Selain itu, sambung Hakim Ketua, Undang-Undang KPK juga telah menerangkan bahwa yang dimaksud dengan penuntut adalah JPU yang melaksanakan fungsi penuntutan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Gazalba Saleh Kembali Lolos Dari Jerat Hukum: "Bukti Kekacauan Dari Revisi UU KPK"
Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI juga mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung RI dan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 3 Tahun 2021, yang mengatur bahwa jaksa dapat ditugaskan untuk menduduki dan mengisi jabatan di luar instansi kejaksaan.
"Begitu pula penuntut umum yang ditugaskan di KPK merupakan seorang jaksa yang berasal dari instansi asal, yaitu Kejaksaan RI dengan penugasan khusus dari Jaksa Agung," tutur Subachran.
Atas pertimbangan hukum tersebut, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding perlawanan KPK. Pengadilan tinggi juga membatalkan putusan sela Pengadilan Tipikor Jakarta terkait perkara Gazalba Saleh, sekaligus memerintahkan agar perkara yang bersangkutan tetap dilanjutkan.
"Memerintahkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara a quo untuk melanjutkan mengadili dan memutus perkara a quo," ujar Subachran. (Sumber: Antara)