Suara.com - Terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan), Syahrul Yasin Limpo, membantah telah meminta dua anak buahnya untuk mengumpulkan uang hasil memeras pejabat eselon I di Kementan.
Hal itu disampaikan SYL sata menjadi saksi mahkota untuk terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subayoo dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim rianto Adam Pontoh menanyakan kepada SYL apakah dia pernah memerintahkan atau ditawari oleh Hatta untuk membeli sesuatu.
Namun, mantan Menteri Pertanian tersebut meyakini bahwa dia tidak pernah melakukan itu.
Baca Juga: Bantahan SYL Perintahkan Anak Buah Kumpulkan Uang Kementan: Saya Tidak Biasa Melakukan Itu
“Ditawari oleh Saudara Muhammad Hatta?” kata Rianto di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Senin (24/6/2024)
“Hatta tahu, minta maaf, Hatta tahu saya ndak suka yang seperti itu. Artinya, dia boleh deket sama saya, (tapi) ndak boleh ngomong proyek, ngomong izin, ndak boleh, apalagi nawar-nawarin sama saya, ndak boleh,” jawab SYL.
Lebih lanjut, Hakim Rianto menanyakan apakah SYL pernah meminta Hatta dan Kasdi untuk menjadi koordinator dari pengumpulan uang pejabat eselon I Kementan.
“Apakah Saudara permah ndak memerintahkan Saudara Muhammad Hatta dan Saudara Kasdi Subagyono itu sebagai koordinator untuk menampung uang uang hasil dari sharing dari pada eselon I untuk kepentingan operasional Saudara?” tanya Rianto.
“Audzubillah minasyaiton, tidak yang mulia. Saya tidak pernah. Saya sudah terlalu lama jadi pejabat dan saya tidak biasa seperti itu, pasti tidak yang mulia,” balas SYL.
Diketahui, Syahrul Yasin Limpo saat ini sedang menjalani sidang dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan dakwaan melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.