Suara.com - Perayaan Bakar Tongkang kembali digelar Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) pada Sabtu (22/6/2024). Iven nasional tahun ini, dikabarkan ada 50 ribu wisatawan yang datang.
Sementara kunjungan pelancong ke penginapan, sebanyak 1.800 kamar hotel penuh. Kondisi ini berdampak pula dengan hotel dan penginapan di kabupaten/kota tetangga yang mengalami peningkatan okupansi.
Festival Bakar Tongkang merupakan salah satu acara budaya yang diadakan di Rokan Hilir yang biasanya diadakan setiap tahun dan menjadi salah satu acara yang paling dinanti-nanti warga setempat.
Festival Bakar Tongkang menjadi kegiatan yang sudah menjadi tradisi turun-temurun dilakukan. Hal ini sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan kepada dewa-dewa laut atas hasil tangkapan ikan yang melimpah.
Baca Juga: Kemenhub Duga Penyebab Kapal Pinisi di Labuan Bajo Imbas Terseret Ombak
Diketahui, Bagansiapiapi merupakan salah satu daerah dengen potensi hasil laut yang cukup banyak. Selain itu, iven bakar tongkang diadakan untuk mempromosikan pariwisata dan budaya daerah kepada wisatawan yang datang berkunjung.
Sejarah Bakar Tongkang
Menyadur laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Riau, tradisi bakar tongkang memiliki kisah yang sangat erat dengan kelompok imigran Tiongkok pertama yang meninggalkan negaranya untuk menetap di Riau di pulau Sumatera. Wilayah ini kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi pada tahun 1826 silam.
Bakar tongkang artinya membakar kapal (terakhir) tempat mereka berlayar. Dari kisah ini diyakini kalau leluhur Bagansiapiapi merupakan orang Tang- lang generasi Hokkien yang berasal dari Distrik Tong’ an (Tang Ua) di Xiamen, Fujian, di Tiongkok Selatan.
Mereka meninggalkan negaranya dengan kapal yang mempunyai pangkalan datar yang digunakan sebagai alat pengangkat pasir serta mineral yang ditambang skemudian 'tongkang'.
Baca Juga: Dikagumi Dunia Internasional, Kapal Perang Kebanggaan Indonesia Berlayar ke Hawaii
Mulanya, terdapat 3 kapal tongkang dalam ekspedisi ini, namun hanya satu kapal yang menggapai tepi laut Sumatera yakni kelompok yang dinahkodai Ang Mie Kui.
Kapal-kapal tersebut berhasil melabuhkan kapal yang ditumpanginya di tepi laut Riau karena mengikuti hewan kunang-kunang yang berkedip-kedip di tengah malam dan oleh penduduk setempat dikenal dengan nama api-api.
Sesampainya di tanah tidak berpenghuni yang terdiri dari rawa-rawa, hutan, serta padang rumput, mereka memutuskan buat menetap dan memberinya nama Bagansiapiapi yang bermakna "Tanah Kunang-kunang". Para warga Tiongkok inipun bersumpah tidak akan kembali ke tanah air mereka dengan membakar kapal tongkang tersebut.
Imigran Tiongkok lantas menetap hingga sekarang di wilayah Kabupaten Rokan Hilir. Festival bakar tongkang ini dirayakan setiap tahun pada hari ke-16 bulan ke-5 berdasarkan kalender tahunan Tiongkok. Tradisi ini pula yang disebut Go Gek Cap Lak (dari kata Go berarti 5 serta Cap Lak yang berarti ke-16).
Adapun replika kapal yang dibakar dalam festival tersebut bisa mencapai ukuran 8, 5 meter, lebar 1, 7 meter serta berat 400Kg. Kapal ini dibiarkan selama satu malam di Kuil Eng Hok King untuk diberkati.
Setelah itu, replika kapal tongkang diarak keliling kota sebelum akhirnya dibakar. Prosesi bakar Tongkang juga mengaitkan atraksi Tan Ki.
Festival ini juga diramaikan dengan atraksi keahlian menusuk diri peserta dengan pisau ataupun tombak tajam tapi tidak meninggalkan bekas luka, agak mirip dengan tradisi Tatung di Singkawang di Kalimantan Barat.
Pada tahap ini, ribuan potongan kertas doa kuning hendak ditemplekan pada kapal disertai doa-doa dari orang-orang kepada leluhur mereka, sebelum kapal itu akhirnya terbakar. Festival tersebut juga diadakan berbagai kegiatan lain seperti lomba perahu nelayan, pertunjukan seni budaya dan pasar malam.