Suara.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Rakyat Palestina (PPP) Bassam al-Salhi mengungkapkan bahwa keterlibatan Amerika Serikat (AS) dalam mediasi gencatan senjata merupakan penipuan besar. Pasalnya, Washington sendiri ikut serta dalam serangan Israel di Jalur Gaza.
"AS terlibat dalam serangan di Jalur Gaza dan perannya sebagai mediator adalah penipuan besar," ujar al-Salhi, dikutip Rabu (19/6/2024).
Al-Salhi mempertanyakan kejujuran usulan gencatan senjata Gaza yang baru-baru ini diumumkan oleh Presiden AS Joe Biden, yang saat ini sedang dipertimbangkan oleh pihak-pihak Palestina.
"Inti dari rancangan tersebut seharusnya adalah gencatan senjata dan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza. Semua upaya untuk menghentikan perang itu penting, tetapi Washington bukanlah mediator yang jujur. Washington adalah pihak dalam perang ini," ujarnya.
Al-Salhi mengatakan prioritas gencatan senjata seharusnya adalah menghentikan serangan Israel, yang menunjukkan bahwa dalam konteks ini, pertukaran tahanan juga dapat dilakukan.
Ia menuduh AS dan Israel berusaha menjadikan pertukaran tawanan-tahanan sebagai fokus utama kesepakatan tersebut.
Menurut dia, menjadikan pertukaran tawanan sebagai fokus dalam kesepakatan gencatan senjata bukan lah jalan yang benar.
Al-Salhi mengatakan, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan kelompok-kelompok Palestina lainnya sedang berjuang untuk menghentikan perang genosida Israel di Gaza.
Israel juga disebutnya terus melancarkan perang brutal di Tepi Barat yang diduduki. Menurut dia, serangan Israel di Tepi Barat "tidak kalah berbahaya dengan apa yang terjadi di Gaza."
"Negara penjajah (Israel) terus menghancurkan infrastruktur dan melakukan penangkapan sehari-hari. Perang sedang dilancarkan di tanah Palestina, dan hanya ada satu solusi untuk ini: mengakhiri pendudukan," kata al-Salhi.
Dia menuding Israel melaksanakan proyek yang akan sepenuhnya memisahkan Tepi Barat dari Jalur Gaza.
"Serangan di Tepi Barat menegaskan bahwa proyek Israel bertujuan untuk melanjutkan kebijakan aneksasinya dan menggusur lebih dari 23 suku Badawi, serta memisahkan Tepi Barat dari Gaza," kata dia.
Sejak Israel melancarkan perang brutalnya di Gaza pada 7 Oktober 2023, tentara dan pemukim ilegal Israel telah menewaskan sedikitnya 548 warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, di tengah meningkatnya kekerasan, penangkapan, penggerebekan, dan serangan.
Lebih dari 37.350 warga Palestina dan lebih dari 85.400 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Selama delapan bulan perang berlangsung, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Kota Rafah.
Kota di Gaza selatan itu sempat digunakan oleh lebih dari 1 juta warga Palestina yang mencari perlindungan dari perang, sebelum kemudian diserang Israel pada 6 Mei lalu. (Anadolu/Antara)