Suara.com - Eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono mengaku alasan dirinya manut kepada perintah terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menjabat sebagi menteri pertanian (Mentan) karena takut jabatan dicopot. Pernyataan itu disampaikan Kasdi saat menjadi saksi mahkota (terdakwa menjadi saksi) dalam sidang lanjutan kasus SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Dia mengaku dilema ketika diperintah oleh SYL untuk mengumpulkan dana dari para pejabat eselon I Kementan. Kasdi mengaku khawatir jabatannya dicopot setelah mengetahui adanya beberapa pejabat Kementan yang dimutasi karena tidak mengikuti perintah SYL.
"Semua eselon I Kementan mengalami dilema yang sama. Tentu kami merasa ada tekanan dan keterpaksaan untuk melaksanakan ini," ujar Kasdi di sidang dikutip dari Antara, Rabu.
Dengan dilema yang ada, Kasdi menuturkan para pejabat eselon I Kementan pun mengupayakan segala cara untuk memenuhi kebutuhan yang diminta SYL, termasuk menyisihkan uang perjalanan dinas hingga membuat surat pertanggungjawaban fiktif.
Dia juga menjelaskan berbagai inisiatif cara pengumpulan dana tersebut cenderung berasal dari para pegawai Kementan.
Kendati demikian, selama adanya pengumpulan dana untuk kebutuhan SYL, Kasdi mengatakan situasi kerja di Kementan menjadi tidak kondusif, meskipun tidak ada penolakan secara langsung atas perintah SYL itu.
"Suasana jadi tidak enak karena banyak yang merasa terpaksa walau tidak diungkapkan secara narasi," ucapnya.
Kasdi merupakan Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan bersama SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023 Muhammad Hatta.
Kasdi dan Hatta didakwa sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL maupun keluarganya
Baca Juga: Saksi Mahkota Blak-blakan di Sidang! Kasdi Akui Disuruh SYL Setor Duit Rp800 Juta ke Firli Bahuri
Dalam kasus itu, SYL didakwa melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar dan terancam pidana pada Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.