Bela Jokowi usai Namanya Diseret SYL, Begini Klaim Istana soal Perintah Tarik Duit di Kementerian

Jum'at, 14 Juni 2024 | 08:53 WIB
Bela Jokowi usai Namanya Diseret SYL, Begini Klaim Istana soal Perintah Tarik Duit di Kementerian
Bela Jokowi usai Namanya Diseret SYL, Begini Klaim Istana soal Perintah Tarik Duit di Kementerian. (bidik layar video)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nama Presiden Jokowi disebut-sebut oleh terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang kini berstatus terdakwa kasus korupsi. Istana lantas buka suara usai nama Jokowi terseret di persidangan kasus SYL

Staf Khusus Presiden RI Bidang Hukum Dini Purwono menepis ucapan SYL yang mengaku pernah diperintah oleh Presiden Jokowi untuk menarik uang di Kementerian Pertanian (Kementan). Bantahan itu disampaikan Dini Purwono melalui pesan singka pada Kamis (13/6/2024) kemarin.

"Tidak benar ada instruksi Presiden dalam rapat kabinet kepada para menteri/kepala lembaga untuk menarik uang dari bawahan atau staf dalam penanggulangan krisis pangan akibat pandemi dan El Nino," kata Dini dikutip dari Antara, Jumat (14/6/2024).

Dia menjelaskan bahwa setiap instruksi Presiden dan penggunaan diskresi oleh para pembantu presiden untuk menanggulangi suatu permasalahan harus dimaknai dan dibatasi sesuai prosedur diskresi yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan, yang tidak boleh melampaui wewenang menteri/kepala lembaga, serta dilaporkan kepada Presiden selaku atasannya.

Baca Juga: Minta Rekening Gaji Dibuka Lagi karena Tanggung Hidup Keluarga, SYL Setor Bukti Print Out Bank ke Hakim

"Setiap penarikan uang atau pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pejabat atau aparatur sipil negara untuk kepentingan pribadi merupakan tindak pidana korupsi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," ujar Dini.

SYL Seret Nama Jokowi

Sebelumnya dalam sidang kasus korupsi yang dijalaninya, SYL mengatakan bahwa kebijakan yang ia ambil ketika menjabat sebagai Mentan merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden, menyusul peringatan krisis pangan akibat pandemi COVID-19 dan fenomena El Nino.

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/6/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/6/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

SYL berdalih bahwa uang yang digunakannya dari hasil pemerasan terhadap eselon I Kementan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat Indonesia yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka.

Ia pun mengaku terzalimi atas kesaksian para bawahannya di Kementan yang dinilai menyudutkan dirinya.

Baca Juga: SYL Minta Hakim Bawa Bos Celana Dalam Rider Hanan Supangkat ke Sidang, JPU KPK Protes: Tak Ada di Berkas Perkara!

Politikus Partai NasDem itu menyesalkan sikap para eselon I Kementan yang tidak menanyakan langsung padanya soal pungutan-pungutan atau uang sharing, dan justru percaya pada ancaman pemecatan jika tidak mengumpulkan uang yang dimaksud.

Dakwaan Kasus SYL

Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.

Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.

Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI