Suara.com - Kesaksian PNS Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) Abdul Malik Faisal dan kader Partai Nasional Demokrat (NasDem) sekaligus honorer Kementerian Pertanian (Kementan) Rafly Fauzi ternyata tidak digubris oleh jaksa penuntut umum KPK. Keduanya dihadirkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6/2024) sebagai saksi meringankan (a de charge) untuk terdakwa Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Alasan keterangan kedua saksi meringankan diacuhkan JPU KPK karena dianggap tidak relevan dakwaan terkait kasus korupsi yang kini menjerat SYL sebagai terdakwa.
"Saksi maupun keterangan yang diberikan tidak ada relevansinya karena cenderung terkait dengan perbuatan SYL pada saat menjabat sebagai gubernur sehingga kami tidak perlu mendalami lagi karena tidak terkait dengan dakwaan kami di persidangan," ujar Jaksa KPK Meyer Simanjuntak usai persidangan dikutip dari Antara, Senin.
Meski demikian, Meyer menyebutkan keterangan para saksi itu akan tetap dipertimbangkan menjadi hal-hal yang meringankan maupun memberatkan dalam tuntutan. Adapun saat ini surat tuntutan sedang disusun oleh tim penuntut umum.
Selain dalam tuntutan, kata dia, berbagai pernyataan saksi meringankan yang diberikan pada sidang hari ini maupun Rabu (12/6) juga akan dipertimbangkan majelis hakim dalam putusan.
"Itu nanti sifatnya ada pertimbangan secara subjektif dan objektif. Akan tetapi, sejauh ini yang para saksi meringankan telah sampaikan tidak membuktikan dakwaan kami tidak benar terhadap SYL," katanya.
Boyong Saksi Meringankan ke Sidang
Kedua saksi meringankan yang hadir pada sidang kali ini merupakan saksi untuk terdakwa SYL, sedangkan saksi untuk dua terdakwa lainnya yang disidangkan bersama SYL tidak hadir dan diberikan kesempatan kembali untuk menghadirkan saksi pada sidang selanjutnya.
Terdakwa lainnya, yakni Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021—2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan (pada tahun 2023) Muhammad Hatta.
Dakwaan Kasus SYL
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Pemerasan dilakukan SYL bersama Kasdi dan Hatta.
Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain, untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL maupun keluarganya.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.