Suara.com - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato mengaku tidak menerima surat terkait permohonan menjadi saksi a de charge atau meringankan bagi terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto menjelaskan, pihaknya tidak menerima surat permohonan mantan Menteri Pertanian itu untuk meminta Airlangga menjadi saksi meringankan.
"Kita tidak menerima surat apa pun," kata Haryo kepada wartawan, Senin (10/6/2024).
Haryo pun enggan berkomentar lebih lanjut soal persidangan tersebut. Sebab, dia mengatakan, Airlangga saat ini sedang dalam rangkaian perjalanan dinas di luar negeri terkait kerja sama ekonomi.
"Kemarin tiga hari meeting Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) ya di Singapura, terus kemudian berlanjut ke Rusia. Sekarang posisi dalam perjalanan ke Rusia untuk rapat lagi bilateral dengan ekonomi juga," tutur Haryo.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa Hukum SYL Djamaludin Keodeoboen mengatakan pihaknya mengirimkan surat permohonan kepada sejumlah tokoh untuk menjadi saksi meringankan bagi kliennya.
Adapun surat tersebut dikirim kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
“Pak SYL kan pembantu daripada Presiden ketika permasalahan ini mulai terkuak di saat masa COVID -19,” ujar Djamal.
“Kita lihat di persidangan itu bahwa ada hak diskresi dari presiden maupun juga menteri terkait dengan keadaan tertentu,” tambah dia.
Baca Juga: Minta Jokowi, Maruf Amin hingga JK jadi Saksi Meringankan di Sidang, SYL Ungkit Masalah Ini
Djamal berharap Jokowi bisa menjadi saksi meringankan SYL karena Jokowi menjadi penanggungjawab tertinggi dari program-program Kementerian Pertanian dalam rangka mendukung kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan pangan nasional.
Diketahui, SYL saat ini sedang menjalani sidang dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan dakwaan melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.