Suara.com - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) tidak hanya bertugas di medan tempur tetapi juga bisa menjalankan operasi militer selain perang. Salah satunya adalah misi kemanusiaan. Seperti yang baru-baru ini terjadi.
TNI AU menjalankan misi kemanusiaan mengirim bantuan untuk warga Gaza di Palestina. Misi yang berlangsung selama 14 hari dimulai pada 29 Maret 2024 ini sukses. Para personel TNI AU berhasil menerjunkan bantuan dari atas pesawat C-130 J Super Hercules.
Menjalankan misi kemanusiaan di daerah perang tentu berisiko tinggi. Jika tidak waspada dan hati-hati, bisa celaka. Bukan kali ini saja TNI AU terlibat misi kemanusiaan yang menegangkan.
Di era perang kemerdekaan, TNI AU sudah berkiprah dalam misi kemanusiaan. Bahkan sampai harus mengorbankan nyawa para prajurit terbaiknya. Berikut adalah misi kemanusiaan paling menegangkan yang pernah dijalankan TNI AU.
1. Tertembaknya Pesawat Dakota VT-CLA
Di masa Agresi Militer Belanda I, Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Komodor Udara Suryadi Suryadarma memberi misi khusus kepada Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto dan Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh.
Misi tersebut adalah menjemput pesawat C-47 Dakota VT-CLA yang baru dibeli pemerintah RI dari India dan misi kemanusiaan mengangkut bantuan obat-obatan sumbangan Palang Merah Malaya di Singapura.
Berangkatlah Adisutjipto, Abdulrachman Saleh dan Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo ke India mengambil pesawat tersebut.
Ada tujuh orang berada di pesawat Dakota. Mereka adalah Alexander Noel Constantine berkebangsaan Australia, dan istri, RL Hazelhurst, berkebangsaan Inggris, Bhida Ram, berkebangsaan India.
Lalu ada Komodor Muda Udara Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara Dr Abdulrachman Saleh dan Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo .
Saat itu yang menjadi pilot bukanlah Adisucipto sebagaimana perintah dari Suryadarma. Pilot Dakota adalah Alexander Noel Constantine, seorang veteran pilot perang dunia. Ia menjadi pilot karena dianggap lebih berpengalaman menerbangkan Dakota.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota VT-CLA transit di Singapura untuk mengangkut bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Di sana, naik lagi dua penumpang. Mereka adalah Atase Perdagangan RI di Singapura yaitu Zainal Arifin dan A Gani Handonocokro.
Penerbangan pesawat Dakota berstatus penerbangan sipil dan sudah mendapat persetujuan dari pemerintah Inggris dan Belanda.
Pesawat Dakota berangkat dari Singapura pada siang hari pukul 13.00. Saat memasuki perairan Indonesia tepatnya di wilayah Bangka Belitung, pesawat Dakota sudah dibuntuti pesawat Kitty Hawk milik Belanda.
Pesawat pemburu Kitty Hawk terbang dengan misi membalas serangan tiga kadet AU di pagi harinya. Biarpun sudah masuk dalam target di atas udara Babel, namun pesawat Kitty Hawk belum menyerang pesawat Dakota.
Ini karena Belanda masih mencari tahu data penumpang pesawat Dakota. Begitu tahu di dalam pesawat Dakota ada tiga anggota AURI, barulah Belanda melancarkan serangan. Serangan dilakukan ketika pesawat Dakota akan mendarat di Maguwo.
Akibat serangan ini delapan orang tewas termasuk tiga prajurit terbaik TNI AU. Hanya satu yang selamat yaitu A Gani Handonocokro. Penembakan ini menimbulkan protes keras dari dunia internasional. Peristiwa bersejarah yang terjadi di tanggal 29 Juli 1947 itu dikenang sebagai Hari Bhakti TNI AU.
2. Evakuasi WNI di Yaman
Salah satu episode misi kemanusiaan TNI AU yang paling menegangkan adalah saat mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) di Yaman pada tahun 2015. Saat itu sedang berkecamuk perang antara koalisi pemerintah Arab Saudi dengan milisi Houthi, Yaman.
Kondisi ini membuat Pemerintah RI memutuskan untuk mengevakuasi seluruh WNI yang berada di Yaman. Awal April 2015, pemerintah membentuk tim percepatan evakuasi WNI di Yaman. Tim terdiri dari unsur TNI AU, Kementerian Luar Negeri, Polri, Badan Intelijen Negara (BIN).
Tim pertama berjumlah 15 orang bertugas di ibukota Sana’a Yaman. Tim kedua terdiri dari 8 orang bertugas di Mukalla. Fokus utama kedua tim adalah membantu mengeluarkan WNI dari wilayah konflik ke tempat lebih aman.
Tim Satgas Penyelamatan untuk mengangkut WNI dipimpin Letkol Pnb I Gede Putu Setia Dharma. Satgas ini berjumlah 22 personel yang terdiri dari 12 kru pesawat, 4 personel Satuan Bravo Paskhas, 2 orang penerangan, 3 dari Kemenlu dan 1 supervisi dari Mabes TNI.
Pada 2 April 2015, TNI AU memberangkatkan pesawat Boeing 737-400 dari Skadron Udara VIP 17 menuju Yaman. Bukan perkara mudah bagi TNI AU untuk mengevakuasi WNI di wilayah perang. Mereka harus mendapat izin dari otoritas setempat.
TNI AU menemui kendala izin terbang saat hendak mengevakuasi WNI di Al Hudaydah. Putu menceritakan, pihaknya sudah meminta izin dari pagi sampai sore namun tidak juga diberikan pihak Arab Saudi karena sedang ada serangan.
"Beberapa wilayah dijadikan Saudi sebagai basis untuk menyerang ke Yaman sehingga kita diputar perjalanannya hampir 3,5-4 jam. Itu untuk menghindari wilayah-wilayah yang dipakai Saudi untuk menyerang Yaman," ucap dia.
Proses evakuasi WNI di Yaman memakan waktu dua minggu. Pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi 1795 WNI keluar dari daerah konflik di Yaman. Semntara pesawat Boeing 737 TNI AU berhasil mengevakuasi lebih kurang 391 WNI.
3. Airdrop di Gaza
Krisis kemanusiaan yang terjadi Gaza, Palestina, beberapa waktu lalu mengetuk hati Pemerintah RI untuk ikut berkontribusi membantu warga Gaza yang menderita akibat serangan Israel. Pemerintah RI bersama sejumlah negara menggelar misi kemanusiaan bersandi solidarity path operation.
Misi Solidarity Path Operation ini bertujuan untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina yang menderita akibat blokade Israel.
Bantuan yang diberikan berupa makanan, air mineral dan obat-obatan serta kebutuhan pokok lainnya. Melalui metode airdrop/penerjunan bantuan dari udara dengan ketinggian 2.000 kaki menggunakan metode Low Cost Low Altitude (LCLA) sebanyak 20 bundle logistik seberat 3.200 kg.
Diutuslah Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma untuk melaksanakan misi operasi bantuan kemanusiaan untuk Gaza Palestina. Operasi ini dipimpin Kolonel Pnb Noto Casnoto (Danwing Udara I Lanud HLM) selaku Mission Comander.
Misi ini menggunakan pesawat C-130 J Super Hercules Tail Number A-1340, yang diterbangkan oleh Letkol Pnb Alfonsus F. A. Duta, S.E., (Danskadud 31) selaku Komandan Unsur C-130 Hercules.
Bagi pesawat angkut Hercules C-130 J A-1340 buatan pabrik Lockheed Martin, kegiatan ini menjadi yang pertama dilakukan sejak resmi masuk dalam jajaran armada angkut udara TNI pada 24 Januari 2024 lalu. Sempat terjadi momen kritis saat TNI AU menjalankan misi ini.
Saat mengudara menuju Gaza, sinyal alat Global Positioning System (GPS) di pesawat Hercules C-130 mendadak hilang akibat diacak (jamming). Hal ini tentu berbahaya sebab pesawat bisa beralih ke jalur lain karena tidak bisa menentukan posisi. Jika ini terjadi, misi bisa gagal.
"Kami mengalami GPS mati dan hilang. Sehingga pesawat diterbangkan dengan cara konvensional dan pemetaannya pun dilakukan secara manual," terang Noto.
Berkat kesigapan para personel, Hercules C-130 berhasil menjalankan misinya menerjunkan 3,2 ton bantuan dari masyarakat Indonesia berupa makanan dan obat-obatan bantuan untuk warga Gaza.
"Misi tersebut sukses dilaksanakan pada 9 April 2024, tepat pada HUT TNI AU yang diperingati setiap tanggal 9 April dan yang bertepatan juga dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri di Palestina," kata Noto.