Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menetapkan Refuse Derived Fuel (RDF) plant sebagai salah satu solusi untuk menangani masalah sampah di Jakarta. Dengan RDF plant, sampah diolah menjadi bahan bakar pengganti batu bara yang bermanfaat.
Berdasarkan kajian Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta pada 2023, rata-rata sampah Jakarta yang diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat, mencapai 7.359 ton per hari, menurun dari 7.544 ton per hari pada 2022. Sementara itu, komposisinya terdiri dari 50% sampah organik, 23% plastik, 17% kertas, 3% kayu, dan sisanya sampah jenis lain.
Jakarta selalu mengandalkan TPST Bantargebang sebagai tempat pembuangan akhir. Namun, kini ketinggian sampah di tempat tersebut mencapai sekitar 60 meter, karena TPST Bantargebang telah menerima sampah sejak 1989. Kini, TPST Bantargebang hampir mencapai kapasitas maksimalnya.
Untuk mengatasi kondisi ini, Pemprov DKI Jakarta telah membangun RDF plant di Bantargebang untuk mengurangi beban TPST tersebut. Selain itu, juga sedang dibangun RDF plant di Rorotan, Jakarta Utara.
Baca Juga: Diklaim Lebih Ramah Lingkungan dan Baik Bagi Kesehatan, Bisakah Tisu Bambu Jadi Solusi?
Dalam peletakan batu pertama pada 13 Mei 2024 lalu, Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan, fasilitas RDF Plant Jakarta ini diharapkan akan beroperasi pada 2025, untuk menopang pengelolaan sampah dari hulu ke hilir di kota Jakarta.
"Ini adalah bagian terkecil dari salah satu upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan masalah sampah. Salah satunya adalah RDF. Banyak teknologi lainnya yang bisa juga diterapkan di DKI Jakarta, tetapi sebisa mungkin Pemprov DKI menghindari tipping fee," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan, RDF Bantargebang berkapasitas 2.000 ton per hari, yang terdiri dari 1.000 ton sampah baru dan 1.000 ton sampah lama dari landfill mining. RDF ini dapat menghasilkan total 700 ton RDF per hari.
“Dengan adanya RDF Plant Rorotan, kapasitas pengolahan sampah akan meningkat. RDF Plant Rorotan dirancang untuk mengolah 2.500 ton sampah baru per hari dan menghasilkan minimal 875 ton RDF per hari yang memenuhi spesifikasi bahan bakar untuk industri semen,” jelasnya.
Dapat Dijual
Selain mengurangi tonase sampah ke Bantargebang, RDF plant juga memiliki sisi ekonomis, karena mendatangkan keuntungan bagi Pemprov DKI. Hasil olahan sampah dari RDF ini dapat dijual ke perusahaan. Harga produk RDF telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca Juga: Pemprov DKI Razia Pengemis hingga Gelandangan, 2 Ribu Orang Terjaring Sepanjang 2024
Menurut Asep, sudah dua perusahaan, yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dan PT Solusi Bangun Indonesia, yang telah membeli RDF hasil olahan sampah untuk kebutuhan bahan bakar produksi semen. PT Indocement bahkan sudah menyampaikan surat kesediaan untuk memanfaatkan seluruh produk RDF Rorotan untuk pabrik mereka di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
RDF plant juga dianggap sebagai solusi penanganan sampah yang ramah lingkungan. Proses pengolahan sampah menjadi RDF tidak melibatkan pembakaran sampah, yang dikhawatirkan menimbulkan pencemaran udara. Pengolahan sampah menjadi RDF pun mengurangi emisi karbon dari proses penimbunan sampah di landfill maupun pembakaran sampah.
Dalam pembangunan RDF Plant Rorotan, Pemprov DKI memperhatikan aspek lingkungan, dengan merancang hanggar utama penerimaan dan pengolahan sampah berbentuk tertutup dan dilengkapi sistem pengendali bau.
“Sistem pengering mekanis RDF juga dilengkapi dengan alat pengendali emisi (Cyclone and Wet Scrubber), sehingga emisi memenuhi baku mutu lingkungan. Pemprov DKI akan memantau pula polusi udara di sekitar RDF plant melalui sistem pemantau kualitas udara,” terang Asep.
Asep mengungkapkan, progres pembangunan RDF Rorotan hingga 24 Mei 2024 telah mencapai 13,90%, yang meliputi pekerjaan perancangan, pekerjaan tanah, pemancangan, serta pengadaan mesin-mesin pengolahan sampah.
“Pekerjaan konstruksi ditargetkan selesai pada 2024 dan akan dilanjutkan dengan tahap commissioning dan operasional pada 2025,” paparnya.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmuda menyambut baik rencana pembangunan RDF plant di Rorotan. Ia menekankan, penambahan fasilitas pengolahan sampah untuk mengurangi tumpukan di TPST Bantargebang.
"Sampah kawasan itu prinsipnya yang penting tidak membebankan APBD, tidak menggunakan tipping fee. RDF plant ini dibangun karena alasan itu. Karena itu, semoga cepat selesai, berjalan lancar, dan mendapat dukungan warga Jakarta," ujar Ida.
Pengamat perkotaan, Yayat Supriatna, juga mengapresiasi pembangunan RDF plant yang diharapkan dapat menjadi solusi efektif dan ramah lingkungan. Namun, ia mengingatkan agar fasilitas ini harus bekerlanjutan dan tidak membebani APBD. Dia menyarankan, RDF dapat dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta.
“Kalau buat RDF perlu ada hitungan bisnisnya. Selama ini program-program lebih banyak beban APBD. Lebih baik ditangani oleh badan usaha biar jadi business to business. Serahkan saja pengelolaan RDF ke BUMD, agar nanti tidak membebani APBD,” pungkasnya.