Suara.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ikut berbicara mengenai pro kontra wacara iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Menurutnya, iuran Tapera wajib diikuti semua pekerja, tidak cuma dari golongan ASN.
Diketahui, iuran Tapera rencananya akan diberlakukan mulai tahun 2027 mendatang. Nantinya, gaji setiap pekerja akan dipotong 3 persen untuk iuran Tapera. Kebijakan ini tentunya langsung mendulang kontroversi, khususnya dari masyarakat kelas menengah.
Sementara itu, Moeldoko menjelaskan tujuan Tapera yang merupakan program lanjutan Bapertarum. Menurutnya, iuran Tapera bisa menyelesaikan persoalan banyaknya orang yang belum memiliki rumah. Ditambah pemerintah sekarang sedang menghadai masalah kekurangan pasok rumah.
Oleh karenanya, lanjut Moeldoko, pemerintah berusaha mencari jalan keluar. Caranya dengan memahami bahwa jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan tidak seimbang, sehingga dicanangkan iuran Tapera sebagai tabungan.
Baca Juga: Ikut Setujui UU-nya di 2016, Fraksi PKS Akan Evaluasi soal Tapera Sebagai Bentuk Tanggung Jawab
Mengenai itu, menarik untuk melongok rekam jejak pendidikan Moeldoko.
Riwayat Pendidikan Moeldoko
Moeldoko diketahui lahir di Kediri pada 8 Juli 1957. Mantan Panglima TNI ini lahir dari pasangan Moestaman dan Masfuah. Ia adalah anak bungsu dari 12 bersaudara.
Moeldoko sendiri bukan berasal dari keluarga pejabat. Masa kecilnya begitu sederhana, bahkan cenderung kekurangan. Sang ayah pekerja sebagai pedagang palawija, sekaligus menyambi sebagai perangkat keamanan di desanya. Sedangkan sang ibu tidak bekerja dan fokus menjadi ibu rumah tangga.
Semasa kecil, orang tua Moeldoko serba kekurangan karena harus membiayai 12 anaknya. Ditambah pendapatan sang ayah juga tidak menentu, sehingga Moeldoko dan saudara-saudaranya hidup serba kekurangan.
Kendati demikian, Moeldoko bertumbuh menjadi anak yang cekatan sekaligus pekerja keras. Sejak kecil, ia sudah mulai bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya.
Bukan pekerjaan yang mudah, Moeldoko kecil bekerja sebagai kuli bangunan. Ia mengangkut batu dan pasir dari sungai, di mana pekerjaan ini selalu dilakukannya setiap pulang sekolah.
Terkait pendidikan, Moeldoko menempuh SD hingga SMP di Kediri, Jawa Timur. Usai lulus, ia melanjutkan pendidikan ke SMA di Jombang.
Begitu lulus SMA, Moeldoko langsung mantap ingin melanjutkan pendidikan militer. Ia berhasil diterima di Akademi Militer atau Akmil di Magelang, Jawa Tengah.
Moeldoko pun berhasil lulus dari Akmil di usia 24 tahun. Tak hanya itu, ia bahkan sukses menjadi lulusan terbaik pada 1981. Hal itu membuatnya dianugerahi Bintang Adhi Makayasa.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa