Kini 'Nginap' ke Rutan Kejati Jatim, KPK Ungkap Alasan Terdakwa Eko Darmanto Pindah Sel Tahanan

Jum'at, 31 Mei 2024 | 15:49 WIB
Kini 'Nginap' ke Rutan Kejati Jatim, KPK Ungkap Alasan Terdakwa Eko Darmanto Pindah Sel Tahanan
Mantan Kepala Bea dan Cukai Eko Darmanto saat menjalani pemeriksaan di KPK terkait kasus gratifikasi, Jumat (8/12/2023). [Suara.com/Yaumal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bekas Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto kini harus 'menginap; di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Alasan Eko dipindahkan oleh tim jaksa penuntut umum dari Rutan Cabang KPK Jakarta ke Rutan Kejati Jatim agar terdakwa gratifikasi dan TPPU itu bisa lancar diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.

"Berdasarkan penetapan dari majelis hakim dilaksanakan pemindahan tempat penahanan ke Rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Cabang Rutan Kelas I Surabaya dalam rangka efektivitas persidangan yang diagendakan setiap hari Selasa dan Jumat," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri seperti dikutip dari Antara, Jumat (31/5/2024).

Menurutnya, pemindahan Eko ke rutan lain dilakukan pada Kamis (30/5) kemarin. 

"Proses pemindahan dilaksanakan sesuai prosedur dengan pengawalan langsung dari tim jaksa dan pengawal tahanan serta kepolisian," ujarnya.

Baca Juga: Istana Umumkan Susunan Pansel KPK, Eks Penyidik Ingatkan Lagi Soal Firli Bahuri

KPK mengungkapkan akumulasi nilai dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Eko Darmanto mencapai sekitar Rp37,7 miliar.

Penyidik KPK pada Jumat, 8 Desember 2023, resmi menahan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Eko Darmanto (ED) diduga telah memanfaatkan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan untuk menerima gratifikasi.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan ED adalah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang pernah menduduki sejumlah jabatan selama periode 2007-2023.

Beberapa jabatan strategis ED, di antaranya Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I Surabaya dan Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.

Baca Juga: Kasus Korupsi LNG, Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Dituntut 11 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

Eko kemudian memanfaatkan jabatan dan kewenangan-nya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor ataupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga pengusaha barang kena cukai.

Menurut penyidik KPK, Eko mulai menerima gratifikasi pada 2009 melalui transfer rekening bank keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023.

Untuk perusahaan yang terafiliasi dengan ED, di antaranya bergerak di bidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik serta yang bergerak di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.

Berbagai penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan ED ke KPK setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.

Atas perbuatannya, ED disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI