Bikin Gaji Dipotong, 5 Catatan PKS soal Tapera: Perhatikan Gen Z dan Milenial hingga Awasi Ketat Pemupukan Dana

Rabu, 29 Mei 2024 | 10:48 WIB
Bikin Gaji Dipotong, 5 Catatan PKS soal Tapera: Perhatikan Gen Z dan Milenial hingga Awasi Ketat Pemupukan Dana
Ilustrasi perumahan masyarakat. (Dok: PUPR)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, menyampaikan sejumlah catatan dari Fraksi PKS perihal iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Diketahui pemerintah memperbaharui aturan Tapera melalui revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 menjadi PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 20 Mei 2024.

Suryadi menyampaikan adanya ketentuan baru tersebut menyebabkan aturan Tapera memiliki dampak yang sangat luas, di mana banyak orang akan terkena aturan ini.

"Oleh sebab itu FPKS perlu memberikan beberapa catatan agar adanya aturan ini memberikan manfaat seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat," kata Suryadi dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024).

Baca Juga: Gaji Pekerja Dipotong Iuran Tapera, Denny Siregar: Tambahan Penderitaan Rakyat

Catatan pertama terkait golongan kelas menengah yang sudah memiliki rumah, misalkan sudah telanjur membelinya atau dari warisan orang tua, tapi masih juga diwajibkan untuk ikut program Tapera.

Suryadi berujar dalam aturan PP No. 25/2020 disebutkan bagi Peserta non-MBR, maka uang pengembalian simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir, yaitu karena telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri; meninggal dunia; atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 tahun berturut-turut.

"FPKS mengusulkan golongan kelas menengah ini dapat dibantu untuk dapat membeli properti yang produktif seperti misalnya ruko dan sebagainya. Sehingga dengan demikian akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah," kata Suryadi.

Suryadi mengatakan Fraksi PKS mendorong agar kelas menengah dapat diperhatikan. Menurut Suryadi di satu sisi penghasilan kelas menengah melebihi kriteria MBR sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi.

Selain itu di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga masih harus menyisihkan uang untuk Tapera.

Baca Juga: Kemasan Sabu Kasus Caleg PKS Mirip Dengan Jaringan Fredy Pratama

"FPKS juga meminta agar kelas menengah tanggung seperti Generasi Milenial dan Gen Z saat ini lebih khusus lagi diperhatikan. Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR. Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah," kata Suryadi.

Catatan kedua, terkait pekerja mandiri yang dikatakan Suryadi pendapatan mereka tidak tetap, kadang cukup, kadang kurang, bahkan tidak ada penghasilan sama sekali.

"Tentunya iuran untuk pekerja mandiri ini perlu diatur oleh BP Tapera secara bijaksana dan perlu diklasifikasikan dengan baik agar tidak memberatkan para pekerja mandiri," ujar Suryadi.

Catatan ketiga, terkait penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Suryadi berujar terdapat Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020 yang mengatur batasan maksimal penghasilan MBR pada kelompok sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB (Subsidi Selisih Bunga) dan SSM (Subsidi Bantuan Uang Muka), yaitu maksimal Rp 8 juta per bulan.

"Hal ini perlu dikaji lebih dalam apakah batasan ini perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak rumah bersubsidi yang terbengkalai karena tidak diserap oleh masyarakat," kata Suryadi.

Catatan keempat, FPKS meminta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan Tapera sejak tahun 2020 berdasarkan PP No. 25/2020, apakah peserta Tapera yang MBR memang mengambil jatahnya untuk membeli rumah.

"Juga perlu dievaluasi, apakah peserta non-MBR yang sudah pensiun dan ingin mencairkan Tapera tidak mengalami prosedur yang rumit dan berbelit, terutama yang berdomisilinya di daerah," kata Suryadi.

Catatan kelima, FPKS meminta proses pemupukan atau pengembangan dana Tapera harus diawasi secara ketat. FPKS mendesak agar pemilihan manajer investasi pada BP Tapera yang diberi tugas untuk mengelola dan mengembangkan dana Tapera ini harus transparan dan akuntabel dan diawasi secara ketat.

"Hal ini diperlukan agar dana Tapera tidak mengalami penyalahgunaan seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri, dan tidak dimasukkan dalam proyek-proyek yang berisiko tinggi seperti proyek IKN atau jangan sampai dialokasikan ke program pemerintah lainnya," kata Suryadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI