Suara.com - Peneliti Imparsial Hussein Ahmad merasa heran dengan pemberian penganugerahan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto dari Presiden Joko Widodo. Pasalnya, Imparsial menganggap Prabowo merupakan sosok yang dipecat sebagai prajurit dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI, sekarang TNI) lantaran dianggap terbukti terlibat penghilangan paksa aktivis pada 1997-1998.
“Prabowo Subianto melakukan serangkaian perintah penghilangan paksa orang pada 97-98 justru kemudian diberikan pangkat kehormatan,” kata Hussein dalam diskusi secara daring pada Selasa (28/5/2024) malam.
Baca Juga: Curigai Prabowo Sabet Jenderal Bintang 4, KontraS Desak Pemerintah Buka-bukaan Akses Publik
Terlebih, Jokowi beralasan tanda penghormatan tersebut diberikan lantaran Prabowo dianggap telah berkontribusi terhadap kemajuan TNI dan bangsa Indonesia.
Baca Juga: Keluarga Korban Penculikan Aktivis Gugat Jokowi Buntut Gelar Penghormatan Ke Prabowo
“Dalam berbagai kesempatan juga kami sampaikan, kami bertanya-tanya apa yang sebetulnya dikatakan sebagai jasa Prabowo Subianto terhadap angkatan bersenjata kita?” ujar Hussein.
Dia bahkan mempertanyakan gelar kehormatan tersebut lantaran menilai ada catatan-catatan pada kinerja Prabowo sebagai menteri pertahanan, bukan cuma soal dugaan pelanggaran HAM.
“Kalau yang dikatakan sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya dia sebagai menteri pertahanan, kenapa enggak kemudian semua menteri pertahanan sebelumnya diberikan gelar kehormatan?” tambah dia.
Baca Juga: Akui Terima Prabowo Jadi Presiden, Fedi Nuril: Tapi Diberi Pangkat Jenderal Bintang 4?
Keluarga Korban HAM 98 Gugat Jokowi
Baca Juga: Anak Buahnya Dikuntit Densus 88, Jaksa Agung Rangkul Pundak Kapolri Listyo Sigit Prabowo
Sekadar informasi, keluarga Korban Penghilangan Paksa 1997-1998 Paian Siahaan (ayah dari Ucok Munandar Siahaan) dan Hardingga (anak dari Yani Afri) menggugat Presiden Jokowi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Bersama Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, mereka berdua mengajukan gugatan terhadap Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/2024.
Pasalnya, Keppres yang diterbitkan pada 21 Februari 2024 tersebut memberikan penganugerahan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto.
Perwakilan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jane Rosalina menjelaskan para penggugat merupakan keluarga korban dari 13 aktivis yang dinyatakan hilang sampai hari ini oleh Komnas HAM.
“Kami hari ini sudah ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk mengajukan gugatan terhadap objek tata usaha negara yaitu Keppres Nomor 13/TNI/2024 yang tertanggal 21 Februari 2024 tentang penganugerahan pangkat istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto,” kata Jane dalam diskusi daring, Selasa malam.
Dia menjelaskan gugatan tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap Keppres Jokowi yang memberikan gelar pangkat bintang empat TNI (Purn) kepada Prabowo yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM, temasuk penculikan dan penghilangan paksa aktivis pada 1997-1998.
“Kita lagi-lagi melihat ya bahwa ada fenomena yang dipertontonkan lagi oleh Presiden Jokowi yaitu impunitas yang berkedok pangkat kehormatan kepada sosok yang memiliki rekam jejak buruk terhadap dalam hal ini peristiwa kemanusiaan di Indonesia, khususnya tehadap dugaan pelibatan atas kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 97-98, yaitu Prabowo Subianto,” tutur Jane.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan gelar Jenderal TNI (Purn) bintang empat kepad Prabowo Subianto pada Rabu (28/2/2024) lalu. Gelar itu disebut sebagai penghotmatan terhadap Prabowo yang dianggap memberikan kontribusi luar biasa bagi TNI.
Jokowi sempat menyebut pemberian gelar ini telah melalui verifikasi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.