"Beliau melihat ide ini memberatkan sementara benefit buat yang iuran ngga jelas. Tapi ya cuma berhasil ditunda saja ampe akhir periode," jelasnya seperti dikutip Selasa (28/5/2024).
"Keberatan Pak Boed waktu itu kira-kira seperti ini: Pekerja dipaksa menabung buat rumah tapi bukan buat rumah dia sendiri. Keputusan soal rumah yang dibangun bukan ada di penabung, padahal dia sendiri perlu menabung buat rumah dia sendiri," lanjutnya.
Bila melihat dari PP BB Tapera kepesertaan berakhir ketika peserta pensiun atau usia 58, sementara orang butuh rumah di usia 20-30an.
"Dana Tapera itu pooled funds (ceritanya) untuk mengatasi soal supply perumahan kekhawatiran Pak Boed kalo kebijakan berorientasi supply praktiknya lagi-lagi akan kejar target. 1 juta unit rumah gampang sih dipenuhinya buka aja lahan baru di mana gitu," terangnya.
"Cuma kan masalah perumahan bukan soal ketersediaan rumah aja tapi akses ke tempat kerja dan sarana-sarana lain, tetangga di Benhil kerjanya sopir bisah tuh nyicil rumah di Karawang coret. Cuma dia tetap tinggal sempit-sempitan di Benhil karena kerjaannya di situ," imbuh Ari.
Ia menerangkan proses pengajuan RUU Tapera melalui Deputi Setwapres yang dijabat Bambang Wid.
"Gue waktu itu diminta bikin memo pendek ngelist argumen buat Pak Boed dalam menahan Tapera. Poin besarnya urusan demand dan supply of affordable accessible housing itu banyak dimensi. Jangan direduksi hanya ke persoalan pembiayaan makro," ungkapnya.
"Poin lain kalau emang mau ada Tapera buat skema supaya firs time house owner bisa cairkan tabungannya atau bahkan minjem untuk DP rumah. Skema ini ada di Singapura, Kanada, kalo ga salah UK. Not all works atau bagus tapi idenya begitulah," imbuhnya.
Baca Juga: Ironi! Menteri Dibuatkan Rumah Rp14 Miliar di IKN, Gaji Pekerja Dipotong Buat Iuran Tapera