Suara.com - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, mengkritisi biaya pendidikan yang mahal. Hal itu berkaca dengan adanya persoalan terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru jalur SNBP 2024.
Hal itu disampaikan Megawati dalam pidato politiknya di penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDIP, di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta Utara, Minggu (26/5/2024).
Awalnya Megawati menyampaikan terkait pentingnya Pola Pembangunan Semesta Berencana seperti apa yang digagas Presiden pertama RI sekaligus ayahnya, Ir Soekarno.
Menurutnya, semangat pola dasar itu selalu aktual misalnya terkait penguasaan ilmu-ilmu dasar, membangun kedaulatan pangan, energi kesehatan rakyat, hingga penguasaan teknologi yang menopang industri maju.
Baca Juga: Sebut Pemilu 2024 Adalah Yang Terburuk, PDIP Minta Sistem Pemilu Ditinjau Kembali
Megawati kemudian menyinggung persoalan kedaulatan pangan hanya didengung-dengungkan. Faktanya justru yang di kedepankan permasalahan impor.
"Kedaulatan pangan hanya di dengung dengung kan dalam kenyataannya dengan selalu alasan tidak mencukupi. Selalu impor impor impor impor," kata Megawati.
Ia mengaku bukan tak setuju dengan impor tapi, hal itu jangan terus menerus dilakukan. Sebabnya, masih ada pangan yang bisa dikonsumsi sebagai pengganti beras misalnya.
"Karena pertanyaannya seprrti manti kalau problem beras pangan karena global warming sulit kita mau nyari makannya dari mana? Itu lah instruksi saya yang namanya 10 tanaman di tanam pengganti beras ada," ungkapnya.
Selain itu, ia mengingatkan potensi energi yang bisa dimanfaatkan oleh negara seperti angin, air hingga surya.
Baca Juga: Sambil Menangis, Puan Sampaikan Permintaan Maaf PDIP Atas Perilaku Kadernya Yang Langgar Konstitusi
Lalu persoalan kesehatan rakyat juga harus menjadi perhatian. Yang tak kalah penting juga mengenai pendidikan.
Megawati lantas menyinggung persoalan naiknya UKT. Hal itu bahkan menjadi sorotan dan ada di dalam rekomendasi eksternal Rakernas V PDIP.
Menurut Megawati, masih banyak warga yang tak bercukupan dalam segi ekonomi di Indonesia.
"Tadi di dalam sikap politik (ada), sampai masak sih orang mau pintar saja suruh bayar mahal? Berapa gelintir sih yang orang kaya? Dibandingkan namanya warga negara kita yang masih belum berpunya," singgungnya.