Suara.com - Jejak masuknya Hindu - Budha di Banten hingga saat ini belum ditemukan secara pasti. Meski demikian, kuat dugaan Hindu Budha sudah ada di Banten sejak Abad ke-5.
Dugaan tersebut didasari pada sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun 1947, di aliran Sungai Cidanghyang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang.
Lantaran ditemukan di daerah Munjul, prasasti ini dinamakan Prasasti Munjul.Prasasti tersebut bertuliskan huruf Palawa dan berbahasa Sanskerta, dipahat pada sebuah batu andesit yang berukuran panjang 3,2 m dan lebar 2,25m.
Prasasti Munjul ditulis menggunakan teknik tatah dengan kedalaman gores kurang dari 0,5 cm, sehingga antara permukaan batu asli dengan tulisan hampir sama.
Baca Juga: Mungkinkah Koalisi Indonesia Maju Berlanjut ke Pilgub Banten? Ini Jawaban Airin
G. J. de Casparis bersama Boechari, dua tokoh yang terkenal di bidang epigrafi, berhasil membaca prasasti Munjul pada tahun 1950.
Kemudian pada tahun 1954, Dinas Purbakala RI melakukan transkripsi prasasti tersebut, yang berbunyi sebagai berikut:
“vikranto ‘yam vanipateh prabhuh satyapara (k) ra (mah) narendraddvajabhutena srimatah purnnavarmmanah“
Berarti: “Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”
Dari hasil pembacaan prasasti tersebut dapat diketahui Banten pernah termasuk dalam wilayah kekuasaan Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara yang berlatar belakang agama Wisnu.
Baca Juga: Prosesi Pengambilan Air Suci Waisak di Mata Air Umbul Jumprit
Wilayah Kerajaan Tarumanegara mencakup seluruh dataran rendah dari muara Sungai Citarum sampai ke Selat Sunda.
Sekitar abad ke-7, Kerajaan Tarumanegara berakhir dan sesudah itu tidak ada bukti atau berita yang menyatakan kerajaan tersebut masih ada.
Dilansir dari situs Direktorat Jendela Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang disusun oleh Rico Fajrian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten, menyebutkan, Banten telah memiliki kebudayan yang cukup tinggi.
Inventarisasi dan penelitian peninggalan purbakala yang di mulai sejak abad ke -19. Hal itu diketahui setelah seorang kontrolir Belanda pada tahun 1896 melaporkan adanya temuan bangunan kuno di dekat desa Citorek, Bayah yang kemudian dikenal sebagai bangunan punden berundak Lebak Sibedug.
Kemudian N.J Karom dalam bukunya Rapporten van der Oudheikundingen Dienst in Nederlansch Indie tahun 1914 menyatakan bahwa di seputar Kabupaten Pandeglang dan peninggalan arkeologi berupa arca nenek moyang, beberapa kapak batu dari hasil penggalian arkeologis di pamarayan (Kolelet) dan patung tipe polinesia di tenjo Sanghyang Dengdek
Pendirian monument-monumen megalitik dengan beragam bentuk seperti punden berundak, arca, menhir, dolmen, dan batu bergores turut memperkaya budaya dan tradisi masyarakat Banten pada masa lalu. Kemudian kebudayaan Banten Kemudian semakin berkembang setelah bersentuhan dengan kebudayan luar.
Pengaruh budaya dari luar tersebut datang dari india yang membawa agama Hindu dan Budha. Di samping membawa pengaruh agama Hindu dan Budha, masuknya pengaruh India juga berdampak pada system sosial dan pemerintahan di Nusantara, ditandai dengan berdirinya kerajaan kerajaan.
Salah satu kerjaan Hindu yang pernah ada di Banten ialah kerajan Banten Girang yang diperkirakan ada pada sekitar abad ke-10 sampai dengan abad ke-16. Masuknya pengaruh Islam kemudian berdampak pada mundurnya pengaruh Hindu – Budha di Banten.