Suara.com - Direktur PT Haka Cipta Loka dan Haka Loka, Hendra Putra dihadirkan sebagai saksi dalam sidang korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan kawan-kawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (22/5/2024). Perusahaan Hendra merupakan vendor pengadaan di Kementerian Pertanian (Kementan).
Berdasarkan keterangannya, terungkap pejabat di Kementan meminjam uang kepadanya demi memenuhi permintaan SYL. Diungkapnya pula para pejabat Kementan masih memiliki utang sekitar Rp 1,6 miliar.
Pada persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Hendra untuk menjelaskan awal perusahaannya menjadi vendor di Kementan.
"Jadi pada waktu itu tahun 2021 pak Gempur secara tiba-tiba meminta saya untuk ngobrol di ruangan beliau. Dia langsung bilang ‘om tolong bantu kita dong, ini gua kejebak nih'," kata Hendra.
Baca Juga: Pegawai Kementan Ungkap Cucu SYL Diangkat Jadi Tenaga Ahli, Dapat Honor Rp 10 juta
Jaksa meminta Hendra menjelaskan maksud terjebak yang disampaikan kepadanya.
"Saya enggak tahu. Jadi kejebak, ‘kejebak kenapa om?’ ‘Pemimpin sekarang iblis semua’ kata dia. ‘Tolong bantu kita untuk menalangi permintaan pimpinan tiap bulannya.’ Ya saya sampaikan ‘apa yang saya bantu? Cuma uang saya kan enggak banyak om.’ ‘Udah tenang saja lu, nanti gua kasih kerjaan dah'," jelas Hendra.
Disebutnya, permintaan itu tak akan berlangsung lama, karena dia dijanjikan SYL bakal dirombak sebagai menteri atau reshuffle.
"Jadi selain itu juga dia bilang begini, ‘itu enggak lama kok. Sebentar lagi dia juga kena reshuffle. Setelah dia reshuffle nanti enggak akan ada lagi permintaan-permintaan," kata Hendra.
Selain itu dia juga dijanjikan uangnya diganti dengan patungan para eselon satu Kementan.
Baca Juga: Giliran Cucu SYL Disebut Di Persidangan, Diangkat Jadi Tenaga Ahli Dapat Jatah Mobil Dinas Kementan
"Iya, jadi saya memang dijanjikan itu dari pak Musaffaq, pak Gempur, dan pak Hafidh," katanya.
Hendra pun menanti SYL di-reshuffle, namun kabar itu tak kunjung datang.
"Lalu seiring waktu berjalan, pernah ketika pengumuman reshuffle itu ternyata Pak SYL tetap menjadi menteri, 2021 itu. Seingat saya ada dua kali pengumuman. Sampai-sampai saya mengikuti juga dengan teman-teman teknisi saya menonton. Jadi secara psikologis saya ikut menjadi beban Pak. Ini kalau enggak ganti-ganti saya kapan selesainya ini," katanya.
"Akhirnya saya juga rasa kasihan, niat tulus membantu karena saya diyakini terus oleh Pak Gempur, ‘udah om enggak usah khawatir. Uang lu aman, nanti tunggu patungan eselon satu. Nanti gua kawal terus.’ Nah sampai dengan akhir tahun, yang saya rasakan itu sudah mulai terus menerus permintaan itu," sambungnya.
Jaksa kemudian membacakan BAP Hendra.
"Januari pinjam sementara Rp 5 juta, pinjam dana Rp 100 juta, sewa Alphard Rp 43 juta, biaya nikahan cucu Rp 13 juta, sampai poin ke 95 dengan total Rp 2,15 sedangkan yang dibayarkan nominal pengembaliannya baru sekitar 854. Bisa jelaskan ini?," tanya Jaksa.
"Mungkin kalau ada catatan versi saya, sudah saya kirimkan. Perhari ini itu sisanya Rp 1,6 sekian miliar lagi yang belum selesai," tegas Hendra.
Dakwaan SYL
SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan pada rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian periode 2021–2023.
Serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.