Suara.com - Nasib pilu menimpa seorang siswi disabilitas berinisial AS (15), ia jadi korban pencabulan. Pihak keluarga menuding jika pelaku pencabulan merupakan teman kelasnya sendiri.
Ibu korban, Rusyani mengaku baru mengetahui peristiwa ini pada 6 Mei 2024 lalu. AS sendiri memiliki keterbelakangan dalam pendengaran, bicara, dan intelektualnya.
Sang ibu mengatakan, anaknya yang masih duduk di bangku kelas 7 SLB ini, mengalami perubahan fisik yang cukup signifikan, di bagian perut yang makin membesar.
Rusyani awalnya tidak menduga jika putrinya tersebut hamil lantaran masih di bawah umur. Terlebih di pihak sekolah ia mendapatkan perhatian ekstra.
Rusyani awalnya menduga jika anaknya tersebut mengalami sakit lantaran saat bulan Maret silam, anaknya sempat muntah-muntah.
"Awalnya engak ada kecurigaan, karena anak saya datang menstruasi itu enggak setiap bulan. Pernah 4 bulan enggak datang menstruasi itu enggak ada apa-apa," kata Rusyani di Kalideres, Jakarta Barat, Senin (20/5/2024).
Rusyani sempat meminta rujukan agar anaknya diperiksa diperiksa di poli kandungan rumah sakit. Setelahnya dilakukan USG oleh pihak dokter, Rusyani seakan tidak percaya dengan hasil tersebut yang menyatakan jika anaknya kandungnya hamil di usia dini.
Rusyani kemudian mencoba berkomunikasi dengan anaknya. Dengan bahasa isyarat, AS menyebutkan jika kejadian itu terjadi di sekolah.
Dalam kelas AS, hanya ada tujuh orang. Di mana dua di antaranya merupakan pria. AS kemudian menunjuk satu dari dua pria yang diduga mencabulinya.
Rusyani kemudian langsung mendatangi sekolah untuk membicarakan hal itu kepada pihak sekolah.
"Kepala sekolah enggak mau nemuin kami ke wali kelasnya, alasannya takutnya syok katanya," kata Rusyani.
Rusyani berharap pihak sekolah dapat memberikan solusi masalah ini. Pasalnya, sang anak diduga telah memberitahu bahwa lokasi kejadian pelecehan itu di toilet wanita lantai 3 SLB tersebut.
"Saya harap sekolah ada solusinya. Karena anak saya pendidikan seperti ini yang dibilang perlu pendidikan ekstra, pada kenyataannya tanggung jawabnya sekolah. Ini kan kelalaian semua guru," kata Rusyani.
Sementara itu, Kepala SLB Daliman membantah tudingan Rusyani, pihak sekolah tidak pernah menghalangi pertemuan antara orang tua korban dengan orang tua terduga pelaku.
Pertemuan tersebut sempat tertunda karena memasuki waktu cuti bersama, sehingga sekolah dalam kondisi libur. Ia mengaku telah menerima laporan soal hamilnya AS itu sejak 8 Mei 2023 lalu.
"Dari laporan ini kami tindaklanjuti, kami informasikan kepada guru kelas dan langsung mengajak berbicara dengan anak tersebut, baik korban maupun terduga," kata Daliman di kantornya, Senin (20/5/2024).
"Mohon dibuat suasananya senyaman mungkin supaya anak merasa nyaman diajak komunikasi. Singkat cerita, hasil komunikasi antara anak dan orang tua itu tidak ditemukan siapa pelakunya," tambahnya.
Karena dianggap menemui jalan buntu, pihak sekolah mengajak keluarga korban untuk menyelesaikannya secara internal dengan melibatkan pihak PPPA.
Daliman mengatakan, untuk hal ini perlu pembuktian lebih lanjut. Bila perlu melakukan tes DNA setelah anak tersebut telah lahir. Ia mengaku tidak mau gegabah dalam menentukan terduga pelaku menjadi tersangka dalam perkara ini.
Terlebih, jika dirunut, lima bulan silam merupakan libur akhir semester. Sehingga tidak ada kegiatan belajar (KBM) di sekolah.
"Di bulan Desember dari segi waktu itu kan libur akhir semester. Di bulan ketiga keempat itu ada istilahnya kegiatan P5, kami melakukan pendampingan, dan ada PAT (penilaian akhir tahun) yang dilakukan lebih awal," terang Daliman.
Dia yakin jika kasus pencabulan yang menimpa AS tidak terjadi di sekolah. Terlebih jika dilakukan oleh temam sekelasnya sendiri.
"Ikhtiar sekolah sudah kami lakukan. Kami berkeyakinan dengan ikhtiar kami ini, kemungkinan kecil kejadian itu di sekolah. Tapi ini kan perlu (pembuktian)," katanya.