Suara.com - Sejak kasusnya bergulir di persidangan, terungkap sederet fakta mencengangkan soal kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL. Bahkan, keluarga SYL dari istri, anak hingga cucunya diduga turut menikmati aliran korupsi.
Terkait itu, pengacara SYL, Djamaludin Koedoeboen akhirnya angkat bicara. Dia meyakini jika ada pihak yang mencatut nama SYL terkait dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
"Banyak yang kami duga menggunakan nama beliau mencatut untuk kepentingan pribadi mereka,” beber Djamaludin saat ditemui awak media di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/5/2024).
Djamuludin membantah soal permintaan uang Rp50 juta lewat ajudan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Ali Jamil Harahap, Panji. Dia mengklaim kliennya tidak pernah meminta untuk dibelikan ponsel merek iPhone.
“Kami yakin itu enggak dari beliau (SYL), yakin kami. Makanya nanti akan kami pertajam menanyakan lagi lebih detail apakah permintaan-permintaan itu memang langsung dari Pak SYL atau kah pernah pak SYL membicarakan atau mereka pernah melaporkan kepada Pak SYL atau tidak,” kata Djamaludin.
Dia pun menduga jika Panji kerap menjual nama SYL untuk kepentingan pribadinya dengan cara meminta kepada pejabat di Kementan. Selain ponsel, Djamuludin menyoroti rumah Panji di kawasan Depok yang disebut dibeli dari hasil mencatut nama SYL.
"Ada beberapa yang lain sudah banyak. Coba lihat saja rumah Panji kayak apa di Depok (capai) miliaran,” bebernya.
Dakwaan SYL
SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan pada rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian periode 2021–2023.
Serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.