Suara.com - Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan angkat bicara soal polemik naiknya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang jadi perbincangan masyarakat belakangan ini. Menurut Anies, akar dari permasalahan ini adalah pengalokasian anggaran.
Anies mengakui, memang biaya pendidikan di Indonesia cukup mahal.
Baca Juga:
Apa Itu UKT, Biaya Kuliah yang Jadi Sorotan usai Dikritik Mahasiswa Unri
Baca Juga: Biaya UKT PTN Naik, Bikin Tabungan Pendidikan Orangtua Jadi Percuma?
Namun, negara punya tanggung jawab untuk memberikan jaminan pendidikan kepada semua orang.
"Dan negara harus memutuskan kepada siapa biaya ini diberikan, dibebankan. Kalau biaya itu dibebankan kepada keluarga, lebih besar daripada diambil negara, maka yang mampu merasakan pendidikan tinggi adalah mereka yang sudah makmur," ujar Anies di Muara Baru, Jakarta Utara, Minggu (19/5/2024).
Anies menyebut jika salah pengalokasian, akan ada kelompok masyarakat yang akan dirugikan.
"Negara harus alokasikan anggaran lebih banyak. Menanggung biaya lebih besar. Supaya rakyat, keluarga-keluarga kebanyakan bisa kuliah," jelasnya.
Eks Gubernur DKI ini menjelaskan, kelompok keluarga kaya hampir bisa dipastikan menanggung biaya pendidikan untuk anak dari SD hingga lulus kuliah. Sementara, warga miskin juga masih terbantu oleh berbagai program beasiswa.
Baca Juga: Efek UKT Naik Bisa Tambah Angka Putus Sekolah dan Perparah Kesenjangan Sosial
"Yang kesulitan itu adalah mahasiswa dari keluarga tengah. Mau dibilang miskin dia tidak miskin. Mau dibilang makmur dia keluarganya belum makmur," tuturnya.
Baca Juga:
UKT Naik! Cek Daftar Kampus yang Mengalami Kenaikan Tahun Ini
Karena itu, dengan penambahan alokasi biaya pendidikan, negara juga harus membuat program bantuan untuk keluarga kelas menengah. Dengan demikian, maka masyarakat di semua kelas ekonomi punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga menjadi sarjana.
"Karena itulah mengapa pendidikan tinggi itu harus dapat alokasi yang lebih banyak, sehingga tidak mengalami situasi seperti sekarang," katanya.
"Kalau seperti ini diteruskan, maka mereka yang bisa kuliah adalah dari orangtua yang sudah kuliah dan makmur. Yang keluarganya belom kuliah belom makmur ngga pernah bisa kuliah nantinya," tambahnya memungkasi.