Suara.com - Kabar duka datang dari dunia pers tanah air. Salim Said seorang tokoh pers Indonesia dikabarkan meninggal dunia pada Sabtu (18/5/2024) pukul 19.33 WIB.
Salim Said meninggal dunia di usia 83 tahun di RS Ciptomangunkusumo. Rencananya jenazah pria yang juga dikenal sebagai pengamat militer ini akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Minggu (19/5/2024) siang.
Semasa hidupnya, Salim Said sudah banyak memberikan sumbangsih bagi negeri ini terutama lewat buku-buku yang dibuatnya.
Profil Salim Said
Baca Juga: Profil Rina Rosdiana, Kakak Syahrini Meninggal Dunia
Salim Said lahir pada 10 November 1943 di sebuah desa bernama Amparita, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
Salim mengikuti pendidikan di Akademi Teater Nasional Indonesia (1964-1965), Fakultas Psikologi UI (1966-1967), tamat Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (1977), dan meraih Ph.D. dari Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat (1985).
Di masa mudanya, Salim Said banyak menghabiskan waktu sebagai seorang jurnalis. Ia pernah bekerja di sejumlah surat kabar ternama tanah air.
Ia pernah menjadi redaktur Pelopor Baru, Angkatan Bersenjata, dan redaktur majalah Tempo (1971-1987). Salim juga adalah seorang seniman dan sastrawan. Di pemerintahan, Salim pernah menjadi Duta Besar RI untuk Ceko.
Dibuat Keder Raja Intel
Baca Juga: Kabar Duka, Kakak Kang Ki Young Meninggal Dunia Secara Tragis
Sebagai seorang jurnalis, Salim Said pernah mewawancarai sejumlah tokoh penting di republik ini. Salah satunya adalah Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin Moerdani atau dikenal dengan nama Benny Moerdani.
Pertemuan pertama Salim Said dengan Benny sangat berkesan. Sebab di perjumpaan itu, Benny langsung membuat takut Salim.
Kisah pertemuan pertama Salim Said dan Benny Moerdani ini diceritakan Salim dalam bukunya berjudul "Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Suharto".
Salim Said bertemu Benny Moerdani pertama kali di Saigon, Vietnam. Salim ketika itu bekerja sebagai wartawan sedangkan Benny adalah seorang Raja Intel yang mengepalai dua lembaga intelijen yaitu Kepala Intelijen Strategis dan Kepala Intel Kopkamtib. Dia juga menjadi wakil kepala Bakin.
"Benny tidak bicara apa-apa. Tanpa ekspresi di wajahnya, dia menerima uluran tangan perkenalan saya," kata Salim Said dalam bukunya.
Malam harinya, Salim Said ikut makan malam bersama Benny Moerdani dan rombongan. Saat berad di lift, Kolonel Dading Kalbuadi memberi tahu bahwa hari itu Salim Said berulang tahun.
Untuk memecahkan kebekuan suasana, Salim Said melontarkan candaan ke Benny Moerdani. "“General, are you going to give me a treat for my birthday?”
Jawaban Benny sungguh amat mengejutkan. Tanpa basa-basi, tanpa ucapan selamat, dengan dingin dan ketus Moerdani berkata, “If you have money, why don’t you go buy yourself birthday dinner.”
Esok harinya, Salim Said berada satu mobil dengan Benny dan Dading hendak meninjau pasukan Indonesia yang ditugaskan PBB dalam rangka penyelesaian konflik Vietnam Selatan-Vietnam Utara.
Posisi duduk Salim berada di tengah diapit Benny Moerdani dan Dading. Benny Moerdani memulai pembicaraan dengan melancarkan insinuasi dengan menyebut majalah Tempo (tempat Salim bekerja
waktu itu) sebagai media yang selalu mengecam pekerjaan Benny.
Rupanya Salim Said merasa sangat ketakutan saat bertemu Benny saat itu. Ia lalu menceritakan hal ini kepada seorang jenderal setelah Benny Moerdani tidak lagi berkuasa.
“Apa Pak Salim kira cuma Pak Salim yang takut? Kami semua dulu juga sangat takut kepada Pak Benny dan aparat intelnya,” begitu perkataan sang petinggi militer tersebut.