Miris, Biaya Haji dan Umroh Capai Rp100 Triliun Per Tahun Tapi Jamaah Indonesia Tak Punya Hotel dan Katering Sendiri

Galih Priatmojo Suara.Com
Jum'at, 17 Mei 2024 | 13:21 WIB
Miris, Biaya Haji dan Umroh Capai Rp100 Triliun Per Tahun Tapi Jamaah Indonesia Tak Punya Hotel dan Katering Sendiri
Ilustrasi haji (Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lebih dari 260 ribu jamaah haji Indonesia menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi pada 2024 ini. Belum lagi sekitar 8 juta umat muslim yang menunaikan ibadah umrah sejak Ramadan 2024 lalu.

Anggaran biaya haji yang dibawa masyarakat Indonesia ke Arab Saudi bahkan mencapai Rp100 triliun. Jumlah ini terbagi atas Rp20 triliun untuk biaya haji dan Rp80 triliun lainnnya untuk aktivitas umrah. 

Namun mirisnya, sampai saat ini Indonesia belum memiliki fasilitas yang dibangun secara mandiri bagi jamaah haji maupun umrah. Berbeda dari negara tetangga Malaysia, Indonesia tak memiliki hotel bagi tempat tinggal jamah haji ataupun katering untuk makan para jamaah yang tinggal selama berhaji.

"Bahkan kita tidak punya bus untuk mobilitas jamaah haji atau umrah, semuanya punya Arab Saudi," ujar Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI, Fadlul Imansyah dalam Seminar Publik bertajuk “Ruang Dialog BPKH: Harmonisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia” di SM Tower Yogyakarta, Jumat (17/05/2024).

Baca Juga: Lalui Pengalaman Mencekam di Udara, Calon Haji Gowa Sujud Syukur Tiba di Tanah Suci

Menurut Fadlul, berbagai upaya pun dilakukan agar sekitar 30 persen biaya haji yang jumlahnya fantastis tersebut bisa kembali ke Indonesia. Meski regulasi antarnegara masih jadi tantangan serius, upaya tersebut sudah dimulai BPKH.

Diantaranya dengan pembangunan kampung Indonesia di Mekkah. Di kawasan tersebut diharapkan bisa dibangun hotel untuk jamaah haji Indonesia, bus Damri untuk mobilitas jamaah hingga katering bagi mereka.

"Kita sudah di-push (diminta-red) Komis VIII DPR RI, bahkan Presiden dan Menteri Keuangan untuk [pembangunan] kampung Indonesia dibuat monumental agar Indonesia punya bangunan fisik," paparnya.

Sementara Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam paparannya secara virtual menyatakan, literasi keuangan haji bagi publik dan masyarakat sangat dibutuhkan. Sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan keuangan haji beserta seluruh proses dan pengelolaannya.

"Terutama para jamaah calon haji betul-betul memperoleh kepastian tentang seberapa besar uang yang ada di bawah pengelolaan BPKH, bagaimana peruntukannya, dan lain sebagainya yang menyangkut akuntabilitas publik," tandasnya.

Baca Juga: Kisah 20 Menit Menegangkan di Langit Makassar

Haedar berharap uang itu merupakan amanat dari calon jamaah haji harus dikelola dengan dengan sebaik-baiknya. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi, penyebaran informasi, dan berbagai macam kegiatan yang menyangkut literasi keuangan haji yang lebih terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat. 

"Saya yakin bahwa dana haji itu dana yang menyangkut kemaslahatan umat. Selain memang pokoknya tentu untuk keperluan penyelenggaraan ibadah haji. Baik dalam penyelenggaraan ibadah haji, dana yang terhimpun di BPKH itu seoptimal mungkin dapat meningkatkan layanan haji yang semakin baik," jelasnya. 

Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media Deni Asy'ari menambahkan, pengelolaan dana haji mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Misalnya, pada 2019 lalu, biaya haji sekitar Rp 35 juta dan di tahun ini kabarnya naik lagi menjadi sekitar Rp 49 juta. Ini tentu potensi ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat banyak. 

"Seharusnya Indonesia memiliki hotel sendiri, perusahaan katering Indonesia, transportasi Indonesia sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak lain dan itu bisa mengalir ke Indonesia uangnya," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI