Suara.com - Surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo alias Jokowi disampaikan dalam Aksi Kamisan yang digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Kamis (16/5/2024). Dalam surat itu, diingatkan bulan Mei sebagai saksi atas sejarah gelap sejak tahun 1998.
Mahasiswa ITF Drikarya, Feri Khosin, yang membacakan surat ini mengatakan sejak tahun 1998 kerap terjadi peristiwa keji seperti kekerasan, pembakaran, penculikan, hingga penyiksaan di bulan Mei sampai reformasi.
"Hingga kini amanat Reformasi terkait penegakan hukum dan HAM masih menjadi penggalan sejarah yang tak terselesaikan di tengah absenya kemauan politik untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran berat HAM," ujar Feri.
Padahal, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan tragedi kemanusiaan yang terjadi pada bulan Mei 1996 dalam berkas penyelidikan (1) Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (2) Kerusahan 13-15 eib1998 dan (3) Penghilangan Paksa.
Baca Juga: Djarot Ungkap Alasan PDI Perjuangan Tak Undang Jokowi ke Rakernas V
Feri menyebut kecacatan negara dan institusinya telah menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti yang ditembaki aparat dalam aksi protes pada 12 Mei 1990. Peristiwa itu disusul dengan pelanggaran masif yang terjadi pada periode 13-15 Mei 1998.
Catatan dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa 13-15 Mer 1990 menyebutkan, ada sekitar 160 orang yang menjadi korban perkosaan dan pelecehan seksual.
"Sementara korban jiwa mencapai 1.190 orang yang di antaranya merupakan korban penembakan, terbakar, dan tuka akibat penyiksaan," ucapnya.
Ia pun menyesalkan perlakuan negara terhadap 12 perkata pelanggaran HAM berat hingga saat ini belum satu pun dipertanggungjawabkan secara yudisial. Jokowi juga selaku Kepala Negara tidak kunjung memerintahkan kepada Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan.
Lebih lanjut, aksi kamisan kali ini juga kembali menyinggung terpilihnya Prabowo Subianto yang dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM berat sebagai presiden periode 2024-2029
"Ini semakin menggarisbawahi menguatnya impunitas di Indonesia. Proses kampanye hingga akhir pemilihan yang dipenuhi oleh berbagai kejanggalan, seakan mencuci bersih rekam jejak praktik kejahatan terhadap warga sipil," tuturnya.
Sebagai penutup surat terbuka ini, Jokowi diminta untuk membuktikan janji kampanyenya untuk menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM secara hukum sesuai amanat reformasi.
Kemudian, memerintahkan Jaksa Agung membentuk tim penyidik ad hoc sesual Pasci 21 ayal (3) Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 untuk menindaklanjuti kasus yang telah diselidiki Komnas HAM.
"Memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat secara menyeluruh, termasuk hak atas kebenaran, keadilan, dan jaminan ketidakberulangan," pungkasnya.