Suara.com - Wakil Presiden ke 10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Karen harus duduk menjadi pesakitan sebagai terdakwa korupsi pengadaan Liquified Natural Gas (LNG) atau gas cair yang mengakibatkan kerugian negara.
Dalam persidangan, JK menjelaskan regulasi yang menjadi dasar pengadaan LNG oleh Pertamina. Disebutnya pengadaan LNG sebagai bagian upaya pemerintah mengalihkan ketergantungan minyak tanah, karena minyak dunia yang mengalami kenaikinan pada masa pemerintahan presdien SBY-JK.
"Karena itulah dibuatlah tahun 2006, satu tahun kemudian aturan Perppres (Nomor 5 tahun 2006) dimana bahwa untuk mengurangi devisit negara dan juga mengurangi kemahalan, maka BBM harus dikurangi pemakaiannya. BBM itu minyak bumi, solar, bensin, minyak dan sebagainya harus dikurangi. Diganti oleh gas dan batubara untuk listrik. Gas itu terdiri dari LPG, dan LNG untuk listrik dan industri," jelas JK.
Baca Juga: Momen Jusuf Kalla Memberi Kesaksian saat Sidang Korupsi Karen Agustiawan
Disebutnya dengan aturan yang dibentuk, pemerintah menargetkan peningkatan konsumsi gas menjadi 30 persen. Mengingat harga gas lebih murah dibanding dengan minyak.
"Karena itulah, dan sebagainya pelaksanana dari LNG, LPG itu tanggung jawab Pertamina. Karena itulah diperintahkan Pertamina untuk menyiapkan suatu kebersiapan suatu energi dalam hal ini gas, yag lebih besar dari sebelumnya," terangnya.
Melalui aturan itu, kebutuhan gas mengalami peningkatan, sementara produksi dalam negeri tidak memenuhi. Memang saat itu, disebut JK terdapat produksinya di Papua, namun peruntukannya untuk ekspor karenanya perjajian lama.
"Karena itulah sehingga harus ada kebijakan yang diperintahkan apapun caranya. Karena berbebeda dengan yang lain, Pak. Kalau baju kurang, kita bisa beli baju hari itu, tapi kalau listrik kurang, energi kurang tidak bisa. Karena itu harus disiapkan ada cadangannya. Kalau tidak ada cadangannya, berbahaya untuk satu negara, itulah tanggung jawab Pertamina untuk menjaga ketahanan itu," jelas JK.
Kerugian Negara Rp1,77 Triliun
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009—2014 Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011—2014.
Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Selain itu, Karen didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013—2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012—2014.