Auto Riuh usai JK Sebut 'Berbahaya jika Perusahaan Merugi Dihukum', Hakim: Jangan Tepuk Tangan, Di Sini Bukan Nonton!

Kamis, 16 Mei 2024 | 13:04 WIB
Auto Riuh usai JK Sebut 'Berbahaya jika Perusahaan Merugi Dihukum', Hakim: Jangan Tepuk Tangan, Di Sini Bukan Nonton!
Auto Riuh usai JK Sebut 'Berbahaya Jika BUMN Harus Dihukum', Hakim Ultimatum Pengunjung Sidang: Jangan Tepuk Tangan! (Suara.com/Yaumal)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Presiden ke 10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi meringankan untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan terkaits sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan Liquified Natural Gas (LNG) atau gas cair.

Dalam kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (16/5/2024), JK menyampaikan bahwa, jika semua kerugian dihukum, maka semua BUMN harus dihukum. 

Awalnya, hakim bertanya kepada JK, apakah mengetahui penyebab Karen kini duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.

Baca Juga: Bersaksi di Sidang, Jusuf Kalla Bela Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan: Saya juga Bingung Dia Terdakwa!

Baca Juga: Bersaksi di Sidang, Jusuf Kalla Bela Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan: Saya juga Bingung Dia Terdakwa!

JK lantas menjawab mengaku bingung, karena menurutnya Karen hanya menjalankan tugasnya. Tugas itu menurut JK yakni menjalankan instruksi untuk memenuhi kebutuhan energi di atas 30 persen.

Jusuf Kalla saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Yaumal)
Jusuf Kalla saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Yaumal)

"Saya ikut membahas hal ini, karena kebetulan saya masih di pemerintah waktu itu," kata JK dalam sidang. 

"Memang ada kebijakan-kebijakan dalam itu, ya. Tapi bapak tidak tahu apakah Pertamina merugi atau untung, tidak tahu?" cecar hakim.

Baca Juga: JK Jadi Saksi Meringankan Untuk Eks Dirut Pertamina Di Kasus Dugaan Korupsi Rp 1,77 Triliun

Mendapat pertanyaan hakim itu, JK memberikan penjelasan soal untung-rugi perusahaan milik negara.

Baca Juga: JK Jadi Saksi Meringankan Untuk Eks Dirut Pertamina Di Kasus Dugaan Korupsi Rp 1,77 Triliun

"Tidak-tidak. Tapi begini, boleh saya tambahkan, kalau suatu langkah bisnis merugi, cuma dua kemungkinannya dia untung atau rugi," tegas JK.

"Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," sambung JK yang disambut tepuk tangan sejumlah pengunjung sidang.

Jusuf Kalla jadi saksi meringankan untuk eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Kamis (16/5/2024). (Suara.com/Yaumal)
Jusuf Kalla jadi saksi meringankan untuk eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Kamis (16/5/2024). (Suara.com/Yaumal)

Hakim yang mendapati respons sejumlah penjunjung sidang yang bertepuk tangan, memberikan peringatan.

"Tolong ya, penonton tidak ada yang tepuk tangan di sini ya, karena di sini bukan menonton ya, kita mendengar fakta di sini ya, tolong jangan tepuk tangan dalam persidangan. Kalau memang benar saksi ini, dipahami saja masing-masing. Mohon kami ya, enggak perlu bertepuk tangan. Lanjut saksi," tegas hakim.

JK lanjut memberikan keterangannya. Dalam keterangannya itu JK menyinggung soal pandemi covid-19.

"Tadi saya katakan, bahwa ini adalah sebuah kebijakan, juga dipengaruhi oleh pengaruh dari luar.Masalah covid misalnya, siapapun direktur utama pertamina, siapapun dirut perusahaan karya pasti rugi pada waktu itu, karena tiba-tiba AC dipadamkan, kita tidak kerja, orang tidak ke mall, industri tutup, pasti harga turun, pasti rugi. Kalau dirut pertamina dihukum karena itu, saya kira kita bertindak terlalu menganiaya berlebihan," katanya.

"Itu yang saya ingin sampaikan, karena ini bahaya nanti tidak ada orang mau kerja lagi di perusahaan negara kalau begini misalnya. Rugi dua tahun langsung dihukum, itu sangat berbahaya, kemudian tidak ada orang mau berinovasi apabila itu terjadi," sambungnya.

Tersangka mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan saat dimasukkan ke mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Tersangka mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan saat dimasukkan ke mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Dakwaan Karen Agustiawan 

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009—2014 Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011—2014.

Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.

Selain itu, Karen didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.

Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013—2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012—2014.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI