Suara.com - Legislator dari partai yang mengusung tagline partai Wong Cilik, PDIP, Hugua tengah jadi sorotan pasca melemparkan usulan cukup kontroversial legalisasi politik uang di Pemilu.
Hugua tercatat menjadi anggota DPR sejak 2019. Sebelum menjadi wakil rakyat, Hugua pernah menjadi Bupati Wakatobi selama dua periode.
Pria kelahiran Usuka Tomia 31 Desember 1961 itu menduduki jabatan Bupati Wakatobi periode pertama pada 2006 hingga 2011.
Baca juga:
Baca Juga: Usul Money Politics Legal di Pemilu, Legislator dari PDIP: Dibatasi Maksimal Rp 5 juta
Dari data LHKPN KPK periodik 2005, harta Hugua tercatat mencapai Rp6.677.469.950.
Kekayaan dari Hugua terus bertambah seiring ia menjadi bupati Wakatobi periode kedua. Di periode kedua, harta Hugua tercatat di angka Rp9.704.429.970.
Pria yang pernah menjadi ketua departemen HMI cabang Kendari itu kemudian menjadi anggota DPR pada 2019 lewat PDIP. Harta yang ia laporkan saat pertama maju menjadi legislator sebesar Rp10.742.228.000.
Baca juga:
Terakhir, Hugua melaporkan data kekayaan miliknya pada 2022. Nilainya tinggi. Jika di 2019, harta Hugua hanya Rp10 miliar maka di laporan periodik 2022 sebesar Rp14 miliar atau Rp14.885.603.000.
Baca Juga: Usul Politik Uang di Pemilu Dilegalkan, Juragan Tanah Hugua PDIP Punya Harta Berlimpah
Mayoritas harta yang dimiliki oleh Hugua ialah tanah dan bangunan. Bisa dibilang ia sebagai juragan tanah. Tanah dan bangunan yang dimiliki Hugua tersebar di Konawe Selatan, Wakatobi, Kendari hingga Jakarta Utara.
Total nilai tanah dan bangunan yang dimiliki Hugua mencapai Rp13.605.873.000. Selain itu, Hugua juga mobil dan motor dengan nilai total mencapai Rp420.000.000.
Mobil termahal yang dimiliki Hugua tercatat sebesar Rp210 juta yakni Toyota Innova keluaraan tahun 2017.
Dari data periodik 2022, Hugua juga memiliki harta bergerak lainnya dengan total Rp737.730.000.
Hugua sebelumnya di rapat kerja Komisi II dengan KPU, Bawaslu, DKPP, Rabu (15/5/2024) mengusulkan praktik politik uang di Pemilu dilegalkan.
Hugua bahkan menyebut bahwa tidak mungkin peserta pemilu bisa terpilih jika tidak menggunakan politik uang.
"Tidak kah kita pikir money politics kita legalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu," ucapnya.
"Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. kita legalkan misalkan maks Rp20 ribu atau Rp50 ribu atau Rp1 juta atau Rp5 juta," jelasnya.
Lebih lanjut kata Hugua, peran Bawaslu kemudian yang melakukan pengawasan pada praktik uang itu agar tidak melebih batasan.