Suara.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Demokrat, Herman Khaeron mengatakan, revisi Undang-Undang Kementerian Negara justru memberikan kesempatan yang luas bagi Presiden terpilih untuk menentukan nomenklatur Kementerian.
Hal itu disampaikan Herman menanggapi pernyataan PDIP yang menyinggung politik akomodasi atau bagi-bagi kekuasaan jika revisi UU Kementerian Negara dilakukan.
"Tergantung kepada cara pandang, kalau kami di Demokrat justru ini lebih baik (revisi UU Kementerian Negara) karena memberikan ruang pilihan yang lebih luas kepada presiden terpilih, siapa pun bukan untuk jangka 5, 10 tahun," kata Herman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Menurut dia, pro dan kontra terkait rencana revisi UU Kementerian Negara sebuah dinamika politik yang lumrah terjadi. Setiap entitas politik memiliki cara pendang berbeda-beda dalam menyikapi.
"Kalau kami di Demokrat ketika melihat hal ini menjadi hak prerogatifnya presiden dan tentu timingnya tepat. Dan saatnya memang kita melakukan pengembangan terhadap portopolio kementerian," ujarnya.
Lebih lanjut, kata Herman, adanya pengembangan terhadap jumlah nomenklatur Kementerian justru lebih bagus saat ini dilakukan untuk pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.
"Jadi kalau ada yang kemudian memandang ini tidak efektif ya dia punya cara pandangnya bagaimana ketidakefektifan itu. Karena pada akhirnya kalau melihat keefektifan justru semakin lingkupnya dispesifik. Kan kalau kementerian semakin lebar berarti lingkupnya semakin spesifik ya, semakin efektif semestinya," tuturnya.
PDIP Singgung Politik Akomodasi
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengingatkan jika adanya Undang-Undang Kementerian Negara untuk mencapai tujuan bernegara, bukan justru untuk mengakomodasi kekuatan politik.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi soal adanya wacana pemerintahan Prabowo-Gibran akan menambah nomenklatur kementerian menjadi 40. Padahal UU Kementerian Negara mengatur nomenklatur menteri hanya 34.