Blak-blakan! Pengusaha Travel Bongkar Praktik Licik Sekolah di Program Study Tour

Galih Prasetyo Suara.Com
Senin, 13 Mei 2024 | 20:28 WIB
Blak-blakan! Pengusaha Travel Bongkar Praktik Licik Sekolah di Program Study Tour
Bus ditumpangi pelajar SMK Lingga Kencana Depok kecelakaan di Subang, Sabtu (11/5/2024). ANTARA/HO
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Insiden kecelakaan maut yang menimpa bus rombongan pelajar SMK Lingga Kencana, Depok di wilayah Subang, Jawa Barat menjadi sorotan publik.

Kecelakaan maut itu diduga akibat rem bus pariwisata Trans Putera Fajar dengan nomor polisi AD 7524 OG tidak berfungsi.

Akibat kecelakaan itu, 11 orang meninggal dunia terdiri dari siswa, seorang guru dan warga. Sementara 12 orang dilaporkan mengalami luka berat dan 19 lainnya mengalami luka ringan.

Baca juga:

Baca Juga: Imbas Kecelakaan Maut Bus SMK Depok, Disdik DKI Larang Acara Perpisahan di Luar Sekolah: Berisiko!

Kasus kecelakaan maut rombongan pelajar SMK Lingga Kencana, Depok mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari salah satu pengusaha Tour dan Travel di Kota Bekasi berinisial FB.

FB menyebut, di balik program study tour rupanya ada sebuah lingkaran setan yang biasanya melibatkan pihak sekolah, penyedia jasa travel dan PO bus.

“Study tour ini buat kami seperti lingkaran setan, karena bukan hanya penyedia jasa bus atau travel saja yang bisa disalahkan, tapi kemudian adalah pihak customer dalam hal ini sekolah,” kata FB kepada Suara.com, Senin (13/5/2024).

FB menjelaskan, awal mula terciptanya lingkaran setan ini dimulai dari adanya permintaan yang datang dari pihak sekolah.

Biasanya kata FB, setiap mengadakan kegiatan study tour dan kegiatan lain semacamnya, pihak sekolah akan meminta penawaran promosi atau cashback hingga ratusan persen kepada pihak penyedia jasa seperti agen travel.

Baca Juga: Jadi Saksi Kunci Kecelakaan Maut Rombongan SMK Lingga Kencana Depok, Polisi Periksa Kernet Bus Trans Putera Fajar

Mobil derek berusaha mengevakuasi bus yang terlibat kecelakaan di Desa Pelasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) malam. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Mobil derek berusaha mengevakuasi bus yang terlibat kecelakaan di Desa Pelasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) malam. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

“Cashback-nya itu luar biasa besar bisa sampai 200 sampai 300 persen,” ucapnya.

Atau cara lainnya adalah, pihak sekolah biasanya bakal memberikan harga yang hampir 2 kali lipat lebih tinggi dari harga yang ditawarkan pihak jasa travel kepada pihak keluarga siswa.

“Misalkan ke Bandung (budget) Rp 600.000 (per siswa) dari pihak sekolah, hitungan kami itu hanya Rp 400.000. Nah itu saja dikalikan (jumlah siswa) misalkan 300 orang, itu mereka (pihak sekolah) bisa sampai mendapat 60 juta lebih gitu,” sambung FB.

FB menyebut, praktek tersebut akhirnya membuat siswa yang seharusnya mendapatkan pelayanan dan fasilitas bagus justru mendapatkan hal sebaliknya.

“Alhasil item-item kebutuhan wisatanya yang pasti akan di buat ini misalkan bus yang harusnya bisa dapat grade A mereka akhirnya ambil yang grade B karena harganya lebih murah,” ucapnya.

Baca juga:

Selain berdampak kepada siswa, kebiasaan tersebut juga akhirnya memengaruhi pengusaha travel untuk menyediakan pelayanan dan fasilitas yang kurang maksimal.

Para pengusaha tour dan travel kini banyak yang berlomba-lomba memasarkan harga paket yang murah, ditambah dengan bonus dengan nominal besar demi bisa membuat pihak sekolah tertarik untuk menggunakan jasa tour dan travel yang ditawarkan.

“Bisa jadi pihak travel terus ditekan untuk menekan harga agar cashback yang didapat kan sekolah banyak, sehingga pihak travel bagi yang tidak kuat itu pasti akan menuruti dan otomatis dia akan mencari akal bagaimana mendapatkan bus yang murah,” jelasnya.

“Awalnya dari permintaan itu akhirnya banyak travel yang tidak hanya cashback uang, tapi juga menyediakan barang elektronik seperti kulkas hingga motor untuk oknum-oknum sekolah," sambungnya.

Menurutnya, praktek kotor itu menyebabkan ekosistem kegiatan wisata di lingkungan sekolah rusak. Semua itu menurut FB berawal dari demand pihak sekolah yang sangat nge-pres di budget.

Hal ini berdampak pada paket-paket wisata, mulai dari tempat penginapan, lokasi wisata hingga transportasi bus menjadi minim.

"Persoalannya kemudian ekosistem yang rusak ini terjadi karena permintaan dengan budget nge-pres menimbulkan hal negatif pada dunia usaha,"

FB menegaskan meski ia mengetahui dan memiliki pengalaman perihal praktik licik sekolah ini,  usaha travelnya tegas menolak mengeluarkan cashback dengan nilai fantastis untuk pertimbangan pihak sekolah.

"Travel kami tidak pernah mau terlibat dalam transaksi yang mengeluarkan cashback fantastis ke pihak sekolah. Karena kami tidak setuju jika biaya wisata terlalu besar dan tidak rasional, kasihan anak-anak (siswa sekolah)," ungkap FB.

Sekolah Negeri Dominasi Praktek Kotor Study Tour

FB yang telah menggeluti usaha tour dan travel selama 12 tahun mengungkap, pemanfaatan keuntungan di balik program study tour paling banyak dilakukan oleh sekolah negeri di wilayah Bekasi dan Depok.

Sekolah negeri diduga menjadi tempat pertama lahirnya praktek kotor di balik program study tour ini. Belakangan, praktek seperti itu juga ikut menyambut di sekolah swasta.

“Pengalaman kami ini terjadi di luar Jakarta ya, kalau Jakarta sudah ada pengawasan ketat terhadap study tour ini terutama sekolah negeri. Nah, di Bekasi, Depok, praktek ini banyak sekali terutama untuk sekolah negeri ya,” ungkapnya.

Belakangan kata FB, praktek kotor di balik program study tour sekolah juga menjamur di sekolah-sekolah swasta.

Baca juga:

FB menjelaskan, keuntungan dari adanya program study tour ini biasanya bakal dinikmati oleh oknum sekolah mulai dari tingkatan kepala sekolah hingga ke pegawai paling bawah.

Setiap tingkat jabatan pun bakal mendapatkan keuntungan yang berbeda-beda.

“Ini yang langsung saya denger dari mereka panitia (study tour), biasanya kalau sekolah negeri ini saya gak mengeneralisir ya, biasanya Kepala Sekolah minimal mendapatkan Rp50 juta, wakil Kepala Sekolah Rp40 juta. wali kelas biasanya Rp1-2 juta, guru-guru lain biasanya dapat Rp500 ribu,” ungkap FB.

FB juga mengungkap, yang lebih buruk di balik program study tour ini juga biasanya ditemukan beberapa sekolah yang bahkan memilki tim travel sendiri.

Petugas memberikan santunan secara simbolis kepada ahli waris korban kecelakaan bus di SMK Lingga Kencana, Depok, Jawa Barat, Senin (13/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Petugas memberikan santunan secara simbolis kepada ahli waris korban kecelakaan bus di SMK Lingga Kencana, Depok, Jawa Barat, Senin (13/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Hal ini yang biasanya menjadi penyebab para pengusaha jasa travel dan tour sulit masuk untuk bekerja sama dengan pihak sekolah.

“Kadang kita kalah di proses bundlingnya di proses penawaran dengan travel lain, karena kepala sekolah sudah megang atau punya tim travel sendiri itu banyak, sehingga travel lain gak boleh masuk,” ucapnya.

“Mereka punya travel sendiri, itu bisa bayang-bayang dia maksudnya travel buatan dia sendiri atas nama travel padahal yang jalan saudara-saudaranya. Atau memang travel yang sudah punya lisensi tapi dia pegang,” sambung FB.

Solusi dari Lingkaran Setan Program Study Tour

Menurut FB untuk memutus rantai lingkaran setan dalam program study tour sekolah pemerintah perlu memberikan kebijakan yang terbaik untuk segala pihak.

Tidak hanya baik untuk pihak sekolah namun juga tetap menjaga sumber mata pencaharian pihak penyedia jasa tour dan travel.

“Perlu (ada kebijakan dari pemerintah mengatur program study tour). Tapi jangan kemudian seperti membakar satu ladang hanya untuk mencari satu tikus,"

"Jadi memang harus ingat juga bagaimana punekosistem ekonomi harus tetap berjalan, karena penghasilan travel salah satunya juga dari study tour,” ucapnya.

Menurutnya, yang paling utama harus dilakukan pemerintah adanya mengawasi adanya pungutan liar dalam program study tour yang dilakukan oleh pihak sekolah.

“Pengawasan terhadap pungutan-pungutan study tour itu memang harus diawasi, jangan sampai 100 sampai 200 persen gitu,” tandasnya.

Kontributor : Mae Harsa

Rohmani
Sama di sekolahan anak saya juga yg gak ikut juga harus bayar.apakah ini sebuah pemaksaan?
Sukarsih
Setelah ada kejadian, saling menyalahkan. Padahal semua pihak ikut berperan. Semua usaha pasti mencari untung, tapi jangan korupsi, itu keserakahan namanya. Menghalalkan segala cara, mobil gak layak jalan, dipake juga. Pemakai jasa juga kurang teliti, percaya sama penipu. Travelnya ikut berperan juga kan.
Carollyne
Iya kasihan murid&wali murid yg tidak mampu bela2in tuk bs ikut kegiatan tersebut sampai cari hutangan. Alhasil berakhir dgn maut. Pihak sekolah menekankan hrs melunasi adm sklh tuk bisa ikut acara perpisahan. Contohnya anak sy yg sklh di SMK ABDI KARYA BEKASI,tdk bisa ikut acara tersebut krn belum melunasi pembayaran. Sampai SKL nya harus ditahan,dan dgn meminta kebijakan dr sklh itu tetap tdk ada. Bagaimana mau tebus ijazahnya,sedangkan SKL nya aja tdk bs dikeluarkan. Padahal uang sdh ada yg masuk tp tetap syaratnya harus lunas. Sedangkan sy cm sendiri buat urus anak sy. Yg ada wali kelas malah bawa2 mslh pribadi si wali murid. Astaqfirllah
9 komentar disini >

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI