Suara.com - Founder lembaga survei Indo Barometer, Muhammad Qodari, menyoroti keputusan Partai Golkar mengenai daftar lembaga survei yang direkomendasikan dalam Pilkada serentak 2024.
Dalam daftar lembaga survei itu, Partai Golkar tidak memasukkan dua lembaga survei yang mendukung Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.
Baca Juga:
Soal Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran, Kelakar Airlangga: Tak Seperti Susunan PSSI
Baca Juga: Beredar Rekaman Suara Prabowo 'Orang Indonesia Itu Pelayan', Dahnil Anzar Minta Polri Turun Tangan
Dua lembaga survei itu ialah Indo Barometer milik M Qodari dan Cyrus Network, milik Hasan Nasbi. Padahal selama ini baik Qodari dan Hasan adalah garda terdepan dalam membela Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
"Kalau saya ga masalah ga masuk walau saya orang yang mondar-mandir di Golkar sudah lama sekali," ujar Qodari di Youtube Zulfan Lindan Unpacking Indonesia.
Qodari mengaku ia adalah orang pertama yang memperkenalkan survei ke Partai Golkar di era kepemimpinan Akbar Tandjung.
Saat itu Qodari bercerita, partai politik lain masih menolak survei sementara Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung sudah mau menerima hasil survei.
"Tahun 2005 2006 Pilkada gelombang awal kita yang menunjukan ke Partai Golkar pentingnya survei dalam mengajukan kandidat. Awalnya Golkar memilih kandidat tidak berdasarkan survei. Milih kandidat dulu baru survei, ternyata pada kalah. Akhirnya Golkar merevisi dan itu berlanjut," jelas Qodari.
Baca Juga: Respons Ide Bamsoet soal Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung, Gerindra: Semua Lembaga Sedang Dikaji
Di era Aburizal Bakrie juga Partai Golkar masih memakai jasa Indo Barometer untuk melakukan survei di Pilkada.
Zulfan Lindan menganggap keputusan Partai Golkar tidak merekomendasikan Indo Barometer dan Cyrus Network sebagai sesuatu yang lucu.
"Yang lucunya saya baca surat (SK Partai Golkar) ini justru lembaga survei yang anti pada Jokowi dalam pengertian tidak suka pada Jokowi bahkan selalu memojokkan Jokowi direkomendasikan Partai Golkar," ujarnya.
Zulfan lalu menyebut nama seperti Saiful Mujani (SMRC), Yunarto Wijaya (Charta Politika) dan Eep Saifullah Fatah (Polmark).
"Eep ini bukan lagi benci memaki-maki Jokowi mau memakzulkan Jokowi pokoknya paling depan menghantam Jokowi malah masuk untuk melakukan survei. Kita mencurigai Golkar ini main ke mana," terang Zulfan Lindan.
Qodari mengatakan, Partai Golkar tidak punya sensitivitas dan kurangnya bela rasa terhadap Prabowo dan Jokowi.
Menurut Qodari semua orang tahu Saiful Mujani kontra berat dengan Prabowo. Begitu juga dengan Yunarto yang keras pada Jokowi dan keluarga di Pemilu 2024.
"Dan Eep dia datanya salah. Eep mengatakan data survei nasional 1200 itu tidak kuat. Makanya dia survei 1200 orang per provinsi dari 34 provinsi. Dan akhirnya salah. Dia bilang ini nanti Prabowo kalah. Yang lolos putaran 2, 01 dan 03 kan ini salah total. Bagaimana lembaga atau orang yang salah total ini malah diakomodasi," jelas Qodari.
Qodari tidak mempermasalahkan Indo Barometer dan Cyrus Network tidak direkomendasikan Partai Golkar tapi ia juga meminta 3 lembaga yang menyerang Jokowi dan Prabowo itu juga tidak masuk.
"Artinya Golkar ga punya bela rasa pada Jokowi dan Prabowo dan jangan kira dua orang ini ga tahu. Artinya pimpinan Partai Golkar ini tidak punya sensitivitas dan tidak punya bela rasa dan mohon maaf bisa jadi tidak punya loyalitas kepada kedua orang ini," ucap Qodari.