Pusingnya Pejabat Kementan Semasa SYL Jadi Menteri, Harus Urunan Demi Permintaan Si Bos

Kamis, 09 Mei 2024 | 07:10 WIB
Pusingnya Pejabat Kementan Semasa SYL Jadi Menteri, Harus Urunan Demi Permintaan Si Bos
Terdakwa Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/2/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pejabat hingga pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan) benar-benar dibuat pusing oleh banyaknya permintaan uang dari Syahrul Yasin Limpo hingga keluarganya saat ia duduk sebagai Menteri Pertanian. Kebutuhan akan uang itu bahkan harus dipenuhi dengan berbagai cara.

Ada yang harus membuat surat perjalanan dinas fiktif hingga pejabat dan pegawai Kementan urunan demi memenuhi kebutuhan biaya SYL dan keluarganya.

Hal ini sebagaimana diungkap dalam kesaksian Hermanto, selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan saat bersaksi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Perjalanan Dinas Fiktif

Hermanto mengatakan, perjalanan fiktif itu dilakukan dengan cara membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) kepada pegawai tertentu, namun tidak ada perjalanan yang dilakukan.

Baca Juga: Eks Anak Buah SYL Ngaku Ditagih Terus Orang BPK Terkait Uang WTP: Mintanya Rp 12 M, Dikasih Rp 5 M

"Untuk nama yang melakukan perjalanan dinas kami pinjam nama," ujar Hermanto dalam sidang pemeriksaan saksi.

Dia menjelaskan pegawai yang dipinjam namanya untuk SPPD fiktif biasanya sudah mengetahui bahwa namanya akan dipinjam untuk perjalanan fiktif.

Pegawai yang dipinjam namanya itu, sambung dia, biasanya juga sudah memaklumi bahwa peminjaman nama untuk SPPD fiktif harus dilakukan agar dana perjalanan dinas fiktif tersebut bisa cair demi memenuhi permintaan SYL.

Selain dengan membuat perjalanan fiktif, Hermanto mengatakan dirinya turut menyiasati atau menyisihkan dana dari dukungan manajemen perjalanan pegawai lainnya untuk memenuhi permintaan SYL.

"Kami siasati, karena kami tidak pinjam vendor, hanya APBN sumber kami," katanya.

Bayar Kurban 12 Ekor Sapi SYL

Hermanto juga mengungkapkan, para pegawai Kementan harus memutar otak mencari dana untuk memenuhi permintaan SYL. Salah satunya untuk membayar 12 ekor sapi kurban yang awalnya diminta cuma tiga ekor.

"Kemudian berubah lagi, ditambah tiga ekor, totalnya 12 ekor. Ya kita hanya memberi uang saja, yang dimintanya, tapi jumlah uang itu kurang lebih sekira 12 ekor," kata Hermanto.

Baca Juga: SYL Bawa Keluarga Umroh, Anak Buahnya di Kementan Harus Urunan Rp1 Miliar

"Nilainya Rp 360 juta ya?," tanya jaksa.

"Iya kurang lebih seperti itu," jawab Hermanto.

Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus korupsi eks Mentan Syahrul Yasin Limpo atau SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024). (Suara.com/Yaumal)
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus korupsi eks Mentan Syahrul Yasin Limpo atau SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024). (Suara.com/Yaumal)

Jaksa lanjut bertanya terkait mekanisme permintaan 12 ekor sapi tersebut. Dikatakan Hermanto, pola samanya melalui biro umum.

"Khusus untuk sapinya ini sepengetahuan saksi memang dilihat PSP (Prasarana dan Sarana Pertanian) ada sapinya atau uang glondongan Rp 360 juta?" tanya jaksa lagi.

"Jadi menghitung 360 itu berdasarkan ekor, tadi saya sampaikan total di PSP itu dibebankan 12 ekor, sehingga nilainya kurang lebih Rp 360 juta sekian," jelas Hermanto.

Pegawai Patungan Rp 800 Juta Untuk Kebutuhan SYL Dan Keluarga Di Luar Negeri

Masih dari keterangan Hermanto, ia juga mengungkapkan, dirinya dan pejabat Kementan lainnya harus patungan hingga Rp 800 juta untuk memenuhi kebutuhan SYL dan keluarga saat di luar negeri.

Hermanto, yang merupakan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan itu, menyebutkan kebutuhan tersebut meliputi sebanyak Rp 600 juta untuk keperluan SYL dan keluarganya saat pergi ke Brasil dan Rp200 juta untuk kebutuhan di Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: SYL Banyak Mintanya, Anak Buah Nekat Bikin Perjalanan Dinas Fiktif Agar Duit Negara Cair

"Kebutuhan itu dimintakan ke PSP. Tapi ada ke Direktorat lain juga sepengetahuan saya, namun saya tidak tahu jumlahnya," kata Hermanto dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Untuk memenuhi kebutuhan SYL di luar negeri itu, ia mengatakan seluruh pejabat hingga pegawai melakukan patungan dengan membagi rata uang yang diminta agar tidak ada yang lebih besar maupun lebih kecil.

Dia menjelaskan permintaan kebutuhan SYL di Brasil maupun AS tersebut diutarakan oleh Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 Kasdi Subagyono melalui Direktur Jenderal PSP Kementan Ali Jamil, barulah kepada dirinya.

"Namun kadang-kadang Pak Sekjen juga langsung ke saya telpon minta juga, biasanya begitu mekanismenya," ungkapnya.

Meski diminta untuk memenuhi kebutuhan SYL di luar negeri, Hermanto mengaku tidak mengetahui dengan jelas kegiatan yang dilakukan SYL beserta keluarga di Brazil maupun AS.

Anak Buah Ditagih Orang BPK

Dalam kesaksiannya, Hermanto juga mengaku ditagih orang Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait uang predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Awalnya uang untuk WTP dimintakan Rp 12 miliar, namun baru dibayarkan Rp 5 miliar, karena masih ada sisa, Hermanto mengaku sempat ditagih agar segera dibayarkan.

"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?" tanya jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) (ujung kiri) saat menanggapi kesaksian mantan ajudannya, Panji Harjanto dalam sidang pemeriksaan saksi kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan RI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/04/2024) [SuaraSulsel.id/ANTARA]
Terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) (ujung kiri) saat menanggapi kesaksian mantan ajudannya, Panji Harjanto dalam sidang pemeriksaan saksi kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan RI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/04/2024) [SuaraSulsel.id/ANTARA]

"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp 5 M atau berapa. Yang saya dengar-dengar," jawab Hermanto.

"Saksi dengarnya dari siapa?"

"Pak Hatta," jawabnya.

Lebih lanjut, Jaksa bertanya, sisa uang yang belum dibayar masih ditagih atau tidak.

"Ditagih enggak kekurangannya kan ditagih Rp 12 M?"

"Ditagih terus." jawabnya.

Guna memperjelasnya, Jaksa mempertanyakan pihak BPK yang masih menagih sisa pembayaran itu.

"Saksi tahunya ditagih dari siapa?"

"Dari Victor," jawab Hermanto.

"Oh masih menghubungi lagi dia?"

"Iya 'tolong sampaikan tolong sampaikan'," jawab Hermanto mengulang pesan disampaikan kepadanya.

Jaksa kemudian mempertanyakan, sumber dari pembayaran uang tersebut diperoleh Hatta. Dijawab Hermanto berasal dari vendor di Kementan.

"Vendornya siapa?," tanya jaksa.

"Enggak tahu saya," jawab Hermanto.

"Vendor nih apa pemahaman saksi? yang melaksanakan pekerjaan?" cecar jaksa.

"Pekerjaan," jawab Hermanto.

Meski sempat terjadi kekuarangan pembayaran, predikat WTP untuk Kementan tetap dikeluarkan BPK.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI