Suara.com - Jelang pergantian kepala pemerintahan, Prabowo Subianto sebagai presiden pemenang pilpres 2024 diusulkan untuk menambah pos kabinetnya dengan 40 kementerian.
Penambahan jumlah kementerian itu diusulkan oleh Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara.
Usulan tersebut pun menuai sorotan lantaran kabinet yang akan dipimpin Prabowo dan Gibran bakal jadi kabinet gemuk dengan jumlah mencapai 40 menteri.
Tapi bila merunut dalam sejarahnya, jumlah yang diusulkan untuk kabinet Prabowo bukanlah yang tergemuk.
Baca Juga: Dinilai Sarat Kepentingan Politik, Pro Kontra Wacana Prabowo Mau Tambah Kementerian
Era Soekarno
Diketahui dalam riwayatnya, Indonesia memiliki kabinet tergemuk yang pernah dibentuk. Yakni ketika Soekarno membentuk kabinet Dwikora II.
Dikutip dari akun Arsip Nasional Republik Indonesia, kabinet Dwikora II dibentuk pada 1966. Kabinet tersebut disebut juga dengan istilah kabinet seratus menteri.
Disebutkan kabinet tersebut dibentuk Presiden Soekarno di tengah situasi chaos pascagerakan 30 September 1965.
Kabinet Dwikora II terdiri dari 132 pejabat menteri, menteri diperbantukan serta pembantu presiden setingkat menteri.
Baca Juga: Soroti Wacana Pembentukan 40 Pos Kementerian, Mahfud MD Nilai Hanya akan Perbanyak Sumber Korupsi
Menukil dari berita di surat kabar Mimbar Penerangan Volume 15 disebutkan kabinet Dwikora dibentuk untuk mempertahankan serta menyelamatkan revolusi dan menyukseskan Dwikora.
Soekarno kala itu membentuk kabinet Dwikora I, II serta III.
Kabinet Dwikora II merupakan kabinet yang disempurnakan dari kabinet Dwikora I yang bekerja sejak 21 Februari 1966 hingga 27 Maret 1966.
Perubahan yang mencolok dalam kabinet Dwikora II dibanding Dwikora I yakni adanya penambahan Wakil Perdana Menteri IV yang ditugaskan kepada K.H. Idham Chalid dengan dasar pembentukan Keputusan Presiden RI no. 38 Tahun 1966.
Era Jokowi
Kabinet gemuk kedua yang pernah ada di Indonesia yakni di masa pemerintahan Jokowi pada periode keduanya.
Berdasar susunan kabinet yang dirilis Jokowi di periode keduanya memerintah yang dinamai kabinet Indonesia Maju, terdapat 31 menteri, 4 menko, serta 17 wakil menteri. Totalnya ada 52 pejabat.
Jumlah itu meningkat dibanding periode pertamanya menjabat sebagai presiden dimana terdiri dari 4 menko, 30 menteri serta 3 wamen, dengan total ada 37 pejabat.
Potensi Korupsi
Sementara di tempat terpisah, mantan Menkopolhukam Mahfud MD menilai penambahan pos menteri berpotensi memperbanyak sumber korupsi di Indonesia.
"Nanti orang bikin kegiatan, pemilu menang, karena terlalu banyak yang dijanjikan, menteri-menteri diperluas lagi. Menteri dulu kan 26, jadi 34, lalu ditambah lagi. Besok pemilu yang akan datang tambah lagi jadi 60, pemilu lagi tambah lagi," kata Mahfud dalam acara seminar nasional di Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (8/5/2024).
"Karena kolusinya semakin meluas dan semakin minta, rusak ini negara," imbuhnya.
Mantan Menkopolhukam itu memberi contoh negara lain yakni Amerika Serikat. Negeri Paman Sam tersebut jika dibandingkan hanya memiliki belasan menteri saja.
"Lalu dibagi ke dirjen-dirjen unit di bawah menteri, semua menteri dikelompokkan," tuturnya.
Diungkapkan Mahfud, sebenarnya ia bersama dengan asosiasi pengajar hukum tata negara telah sempat merekomendasikan untuk mengurangi jumlah lembaga kementerian. Usulan itu disampaikan pada tahun 2019 silam.
Dalam rekomendasi itu bahkan disebut kementerian koordinator atau kemenko seharusnya tidak diperlukan. Namun, seingat Mahfud, usulan itu telah ditiadakan akibat dinilai tak ada manfaatnya.
"Kemenko dihapus aja tuh, nggak ada gunanya. (Tapi) karena saya sudah mendengar rencana susunan kabinet, saya perhalus. Kemenko tidak harus ada sesuai dengan undang-undang," ujarnya.
Eks Ketua MK itu khawatir dengan semakin banyak pos kementerian maka korupsi akan semakin merajalela. Mengingat anggaran yang dibagi dalam setiap kementerian tersebut.
"Akhirnya, rumusan begitu tapi semangatnya terus bukan bagi-bagi kekuasaan gitu. Semangatnya itu membatasi jumlah-jumlah pejabat setingkat menteri karena semakin banyak itu semakin banyak sumber korupsi, itu semua anggaran, itu," tandasnya.