Suara.com - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempersoalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selaku termohon dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024. Ini dikarenakan KPU tidak membawa formulir C Hasil Ikat sebagai pembuktian.
Hal itu disampaikan Enny saat menjadi Anggota Majelis Hakim pada sidang sengketa Pileg 2024 perihal perolehan suara di Provinsi Papua Tengah pada panel 3 Mahkamah Konstitusi (MK).
Padahal, formulir itu merupakan bukti perolehan suara tingkat pertama dari tempat pemungutan suara (TPS) di berbagai wilayah di Papua Tengah yang masih menggunakan sistem ikat/noken.
Bukti formulir C hasil dianggap penting karena adanya perbedaan dengan rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan dan kabupaten/kota.
"Ini kan mestinya harus ada hasil secara berjenjang, jadi C Hasil Ikat, kemudian (formulir) D Hasil Kecamatan/Distrik, baru Kabupaten," kata Enny di ruang sidang panel 3 MK, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
"Ini kan mulainya dari D Hasil Kecamatan dan Kabupaten, C Hasil Ikatnya ada tidak? Biar bisa kita cocokkan," tambah dia.
Menanggapi itu, Anggota KPU RI Yulianto Sudrajat menyebut bahwa bukti-bukti formulir C Hasil Ikat itu masih dipersiapkan sebagai bukti tambahan.
"Formulir C Hasil Ikatnya sedang kami persiapkan sebagai nanti bukti tambahan," ucap Yulianto.
"Jadi yang dimasukkan ini sama sekali belum ada bukti C Hasil Ikatnya ya? Ini tolong bisa dilihat penghitungan secara berjenjangnya dari mulai C Hasil Ikat," lanjut Enny.
Baca Juga: KPU Minta Hakim MK Hadirkan Ahli Soal Pemungutan Suara dengan Sistem Noken
Kemudian, Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat meminta agar KPU melengkapi bukti tambahan berupa formulir C Hasil Ikat di Papua Tengah itu pada siang ini juga.