Suara.com - Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah terdapat sejumlah pihak di internal Komisi Pemberantasan Korupsi yang berupaya mencegah penetapan tersangka kembali mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edwar Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
Setelah tiga bulan sejak Eddy menang pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hingga saat ini KPK belum menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik baru.
"Untuk sementara, sepengatahuan saya tidak ada," kata Tanak saat ditemui wartawan di gedung C1 KPK, Jakarta pada Selasa (30/4/2024).
Namun diakuinya terjadi perbedaan pendapat di internal KPK dalam proses penetapan kembali Eddy sebagai tersangka. Disebutnya hal tersebut merupakan hal biasa.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Janji Tidak Akan Tutup-tutupi Kasus
"Kalau berbeda pendapat, berbeda pandangan, cara pandang itu kan hal-hal biasa kan. Tetapi kan, kami tetap kolektif kolegial, sepanjang pendapat itu harus sesuai dengan ada dasar hukumnya, dan alasan hukumnya," ujar Tanak.
"Dan alasan hukumnya harus rasiolegis, rasio cara berpikir yang bersumber pada sumber-sumber hukum, tidak berdasarkan logika semata," sambungnya.
Dia pun mengungkap alasan KPK tak kunjung mengeluarkan sprindik baru untuk menetapkan Eddy sebagai tersangka. KPK menurutnya bersikap hati-hati agar tak ada celah untuk kembali digugat lewat di pengadilan.
"Kendala tidak ada, kita kan sedang menata. Kemudian supaya jangan sampai ketika kita melangkah lagi, salah lagi. Itulah, ditolak lagi, diterima lagi praperadilan," ujar Tanak.
"Ini yang kemudian perlu ditata kembali, yang lebih baik sehingga nantinya ketika proses hukum dimulai lagi, kalau pun ada praperadilan, praperadilannya ditolak, itulah yang kita harapkan," tambahnya.
Baca Juga: Johanis Tanak Merasa Tak Berwenang Cegah Nurul Ghufron Tak Gugat Dewas KPK ke PTUN
Untuk diketahui, Eddy dan dua anak buahnya, Yosi Andika Mulyadi, serta Yogi Arie Rukmana sebelumnya dijadikan KPK sebagai tersangka.
Hal itu karena ketiganya diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Cirta Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan. Pemberian uang itu untuk menyelesaikan tiga perkara Helmut di Kementerian Hukum dan HAM, serta Bareskrim Polri.
Namun belakangan status Eddy sebagai tersangka digugurkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, lewat sidang praperadilan yang diajukannya.