Taman Budaya Jadi Embrio Pengembangan Culture Tourism di Gunungkidul

Yohanes Endra Suara.Com
Senin, 29 April 2024 | 14:39 WIB
Taman Budaya Jadi Embrio Pengembangan Culture Tourism di Gunungkidul
Pemkab Gunungkidul. [istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Daerah Gunungkidul tampaknya serius mengembangkan culture tourism atau wisata budaya di wilayahnya.

Bahkan pembangunan Taman Budaya Gunungkidul (TBG) selama masa pemerintahan Bupati Sunaryanto menjadi harapan baru bagi sektor seni budaya.

TBG yang dibangun mulai tahun 2018 dan diresmikan pada 20 Desember 2021, TBG telah menjadi katalisator bagi revitalisasi budaya lokal.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Gunungkidul, Chairul Agus Mantara, mengungkapkan bahwa TBG muncul setelah inisiasi Dana Keistimewaan (Danais) pada tahun 2014, dengan dorongan dari Ngarsa Dalem (Gubernur DIY).

Gunungkidul terinspirasi membangun TBG setelah melihat keberhasilan pembangunan Taman Budaya Kulon Progo lalu mengusulkan pembangunan di Gunungkidul yang disetujui Gubernur DIY, Sri SUltan HB X.

"Awalnya, TBG direncanakan tidak sebesar yang sekarang, namun melihat potensi budaya yang melimpah di Gunungkidul, Ngarsa Dalem meminta pembangunan TBG diperluas untuk memberikan lebih banyak ruang ekspresi kepada masyarakat," ungkap Agus.

"Konsep dasar TBG adalah memberikan ruang ekspresi bagi masyarakat Gunungkidul untuk melestarikan budaya mereka," lanjutnya.

Namun, perkembangan tidak berhenti pada pembangunan fisik saja. Melalui kebijakan yang bijaksana, TBG telah menjadi tempat bagi masyarakat untuk menggelar kegiatan budaya tanpa dipungut biaya retribusi, selaras dengan semangat pelestarian budaya.

Kemudian, aturan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut jika TBG merupakan aset yang bisa dikomersilkan. Pemkab Gunungkidul akhirnya mengkomersilkan beberapa aset sesuai dengan Undang-undang No.1 tahun 2022 tentang pengelolaan keuangan daerah, khususnya pajak dan retribusi.

"Dan disusunlah Perda tentang pajak dan retribusi terkait dengan aset yang ada di TBG. Jadi, untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat pelestarian kebudayaan, maka tidak akan dipungut uang retribusi satu rupiah pun," ucapnya

"Tapi kalau kegiatan di luar pelestarian kebudayaan tentu akan diberlakukan perda sesuai dengan yang berlaku. Misalnya penggunaan joglo itu sehari Rp 5,7 juta, auditorium Rp 11 juta, kemudian amphiteater Rp 3 juta perhari dan di lantai dasar itu Rp 3,8 juta perhari harga minimalnya," lanjut Agus.

Lebih lanjut, Agus menyebutkan bahwa pihaknya memberikan legal standing bagi organisasi kebudayaan dengan memberikan Sertifikat itu adalah registrasi pada sistem informasi data budaya (Sidaya).

Saat ini, terdapat sekitar 600 hingga 1.000 kelompok kebudayaan yang terdaftar di Gunungkidul, mencakup berbagai bidang seperti seni pertunjukan, film, kuliner, kriya, dan lainnya.

Dengan visi yang ambisius di bawah arahan Sunaryanta, Gunungkidul berencana menjadikan kebudayaan sebagai industri yang dapat menjadi penopang utama pariwisata Gunungkidul.

Melalui konsep culture tourism (wisata budaya), TBG diharapkan dapat menjadi destinasi utama bagi wisatawan, terutama wisatawan asing yang cenderung menyukai objek wisata berbasis budaya.

"Taman Budaya Gunungkidul menjadi rest area yang menyediakan berbagai fasilitas untuk wisatawan, serta menjadi pintu gerbang untuk menjelajahi kekayaan budaya dan sejarah Gunungkidul," tutur Agus.

Dengan dukungan dari pemerintah dan semangat masyarakat yang tinggi dalam melestarikan warisan budaya, TBG menjadi sebuah simbol kebanggaan bagi Gunungkidul, dan diharapkan dapat terus menjadi pusat kegiatan budaya yang menginspirasi dan memikat bagi siapa pun yang mengunjunginya.**

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI