Pengamat Sosial Ungkap Motif Ibu-ibu Pengemis Kerap Mengamuk yang Viral di Medsos

Senin, 29 April 2024 | 08:15 WIB
Pengamat Sosial Ungkap Motif Ibu-ibu Pengemis Kerap Mengamuk yang Viral di Medsos
Ibu-ibu pengemis pemarah (kanan) yang tengah viral di media sosial. [Tangkap Layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang ibu pengemis tengah viral di media sosial. Sebabnya, Wanita paruh baya tersebut marah-marah apabila tidak diberikan uang.

Sejumlah video yang viral di media sosial memperlihatkan bagaimana sang ibu tersebut tak takut memaki hingga mendoakan hal buruk bagi warga yang enggan memberikan uang kepadanya.

Baca Juga:

Resahkan Warga, Pengemis Viral yang Suka Mengamuk Diamankan di Depan Lippo Plaza Ekalokasari

Baca Juga: Nenek Pengemis di Kulonprogo Pukul Mobil karena Tak Beri Uang, Polisi Turun Tangan!

Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengatakan, biasanya para pengemis melakukan dua cara, dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat.

Kedua pendekatan tersebut yakni persuasif dan agresif. Mayoritas para pengemis melakukan pendekatan kepada masyarakat agar terlihat iba.

“Penelitian di seluruh dunia, secara umum prilaku pengemis dibagi dua, pendekatan persusif dan agresif,” kata Devie, lewat sambungan telepon kepada Suara.com, Minggu (28/4/2024).

“Apa yang dilakukan oleh ibu ini adalah pola agresif. Dia pilih pendekatan itu, meski orang di dunia lebih pilih melakukan pendekatan persuasif,” tambahnya.

Devie mengatakan, biasanya jika di luar negeri, para pengemis di luar negeri yang menggunakan pendekatan secara agresif, mereka membawa anjing yang kemudian terus menggonggong bila didekati kepada seseorang.

Baca Juga: Viral Pengemis Sapu Lidi di Indramayu, Ada Mitos Kuat yang Mengakar

“Agresif itu biasanya kalau di negara lain, biasanya orang itu membawa anjing yang kemudian menggonggong, agar mereka takut, dan akhirnya tepakasa memberikan uang,” jelasnya.

Namun, cara pendekatan pengemis yang melakukan pendekatan persuasif biasanya lebih memilih beroperasi di sekitar pusat perbelanjaan atau minimarket.

“Penelitian di dunia, biasanya orang minta-minta itu biasanya di tempat perbelanjaan. Kenapa? Karena secara psikologis kalau ada orang yang meminta-minta sementara kita sedang bawa belanjaan, kalau gak dikasih itu seakan kita menjadi orang gak bermoral,” bebernya.

Dalam berbagai kasus juga, lanjut Devie, biasanya ada empat motif yang membuat seseorang menjadi seorang pengemis.

Faktor pertama ialah karena kondisi dan keadaan, biasanya orang yang menjadi pengemis akibat kehilangan pekerjaan. Ia sampai harus mengemis agar bisa memenuhi kebutuhannya.

Kemudian, kedua akibat kebutuhan ekonomi. Bisa kita pahami bersama untuk bisa membuat orang iba dan memberikan uangnya, tidak diperlukan ijazah atau sertifikat.

“Kemudian kecanduan. Para pecandu narkoba kebanyakan memilih mengemis lantaran bisa mendapatkan uang secara mudah dan cepat,” ungkapnya.

Terakhir yakni akibat malas. Secara kepribadian, orang tersebut merupakan seorang pemalas.

Penanganan

Untuk dapat menangani para pengemis, negara harus benar-benar mengambil peran. Tidak cukup hanya dengan menempatkan para pengemus di satu panti sosial dan menghabiskan waktu mereka dalam panti tersebut.

Yang perlu dilakukan, yakni kenali dulu motif atau faktor penyebab seseorang bisa menjadi pengemis.

Jika seseorang menjadi pengemis akibat kecanduan narkotika, maka orang tersebut harus dihilangkan dulu rasa candunya terhadap zat adiktif tersebut.

“Kalau kecanduan, maka sembuhkan dulu kecanduannya,” katanya.

Jika di luar negeri sendiri, kata Devie, warga dan pemerintah kompak dalam menangani para pengemis jika dianggap telah mengganggu ketertiban umum.

Biasanya, masyarakat menelepon petugas dinas sosial, agar para pengemis tersebut diberikan pembinaan.

Masyarakat di kebanyakan negara maju telah berpikir, mereka lebih baik membantu para pengemis dengan menyimbang di lembaga-lembaga sosial dibandingkan menyumbang secara langsung kepada para pengemis.

“Bukan mereka tidak mau menyumbang tapi nereka memilih menyumbang pada organisasi, agar dampaknya lebih besar. Ketimbang membantu secara eceran,” kata Devie.

Baca Juga:

Emak-emak Pengemis Viral Terus Berulah, Kini Mengamuk di Lawanggintung Bogor

Menurutnya, membuat para pengemis menjadi mandiri bakal lebih baik ketimbang harus terus menjadi pengemis dan berharap belas kasih.

“Membantu yang terbaik adalah membuat orang yang kita bantu tidak tergantung lagi pada kita,” pungkas Devie.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI