Suara.com - Mahfud MD buka suara perihal gugatan PDIP ke PTUN terkait hasil Pilpres 2024. Pasangan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 itu mengaku bahwa ia tidak ikut-ikutan dalam gugatan tersebut.
Mahfud MD sebelumnya menjelaskan bahwa dirinya menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan paslon 01 dan 03 terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024.
"Saya sebagai seorang muslim punya pedoman-pedoman dalam bernegara. Jika ditanya apakah puas, tidak puaslah karena ini kontestasi. Tetapi saya ikut tuntunan agama saya, keputusan hakim itu harus menyelesaikan perselisihan,"
Baca juga:
Baca Juga: Dinilai MK Hanya Bekerja Formalitas Tangani Pelanggaran Pemilu 2024, Bawaslu Buka Suara
"Jangan diterus-teruskan, kalau sudah diputus yah sudah. Terlepas puas atau tidak puas," ungkap Mahfud Md saat jadi bintang tamu di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Jumat (26/4).
"Itu cara kita bernegara dengan memberikan keadaban," tegas Mahfud.
Mahfud Md kemudian ditanya perihal PDIP yang melakukan gugatan hasil Pemilu 2024 ke PTUN. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak ikut-ikutan dalam gugatan itu dan mengetahui dari pemberitaan di media.
"Saya membaca tapi saya tidak tahu, tuntutan ke PTUN. Saya semasekali tidak tahu, sekurang-kurangnya tidak terlibat dalam perencanaan dan pengajuannya," ungkap Mahfud Md.
"Saya membaca dari media. Kita lihat saja. Secara hukum, semua orang bisa melakukan gugatan," ujarnya.
Baca Juga: Nyayur! Prabowo Disebut Bakal Untung Banyak jika Tarik PKB ke Kabinet, Apa Saja?
Sebelumnya, PDIP secara resmi melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024).
Baca juga:
Dalam gugatannya diharapkan salah satunya agar paslon nomor 02 Prabowo-Gibran dicoret dari ketetapan KPU keputusan nomor 360 tahun 2024.
Awalnya PDIP melalui Tim hukum Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI), Erna Ratnaningsih, menjelaskan, jika gugatan tersebut dilayangkan kepada KPU RI karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Terlebih setelah menerima Gibran sebagai cawapres untuk mengikuti Pilpres 2024.
"Tindakan penguasa di bidang penyelenggaraan pemilu karena telah mengeyampingkan syarat minimal bagi cawapres yaitu terhadap saudara Gibran Rakabuming Raka," kata Erna usai daftarkan gugatan di PTUN, Jakarta Timur, Selasa.
"Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, dimana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut. Jadi KPU melakukan pendaftaran pada tanggal 25 dan 27 Oktober 2024. Sementara atas hasil dari putusan dari Mahkamah Konstitusi ini, KPU kemudian merubah menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada tanggal 3 November 2024," sambungnya.
Atas dasar itu, ia pun membeberkan sejumlah petitum atau tuntutan yang diharapkan bisa dikabulkan oleh PTUN.
Pertama, memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya, sampai dengan adanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kemudian nomor dua, memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apapun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Lalu, kata dia, dalam pokok permohonan, pihaknya meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
"Menyatakan batal keputusan nomor 360, keputusan KPU nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya. Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya," katanya.
Kemudian yang terakhir, ia menyampaikan, KPU sebagai tergugat diminta agar mencoret pasangan Prabowo dan Gibran.