Tim Ganjar-Mahfud Tetap Minta Prabowo-Gibran Didiskualifikasi, MK Berani?

Selasa, 16 April 2024 | 13:05 WIB
Tim Ganjar-Mahfud Tetap Minta Prabowo-Gibran Didiskualifikasi, MK Berani?
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, saat sidang sengketa Pilpres 2024 di MK. (Suara.com/Rakha)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim Hukum Ganjar-Mahfud tetap memohon agar Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024.

Hal itu disampaikan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, ketika menyerahkan berkas kesimpulan hasil sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, Selasa (16/4/2024).

"Kami tetap pada petitum kami. Kami ingin diskualifikasi Paslon 02, kami ingin pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia," kata Todung dalam jumpa pers di MK

Todung menantang MK untuk berani membuat putusan progresif dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Juga: Megawati Tulis Amicus Curiae Pakai Tinta Merah, Kutip 'Habis Gelap Terbitlah Terang'

"Pertanyaannya, apakah MK berani? Ini ditanyakan banyak pihak kepada saya. Dalam konteks politik saat ini, apakah MK akan berani membuat keputusan semacam itu?" ucap Todung.

Meski begitu, Todung tetap yakin MK akan memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2024 sesuai dengan gugatan yang pihaknya ajukan.

"Kami percaya pada MK. mereka punya legitimasi punya dasar konstitusional, mereka juga tidak boleh diintervensi dan tidak bisa diintervensi untuk membuat putusan yang progresif semacam ini," jelas dia.

"Saya yakin, aku yakin bahwa MK punya keberanian, punya sikap kenegarawanan dan berpikir jangka panjang," lanjutnya.

Kesimpulan Kubu Ganjar

Baca Juga: Jelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Tim Ganjar-Mahfud: Suara Paslon 02, Nol

Sebelumnya, Kubu Ganjar-Mahfud telah menyerahkan berkas kesimpulan hasil sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 ke MK pada Selasa (16/4/2024).

"Kami sudah menyerahkan kesimpulan," kata Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Todung mengatakan pihaknya menyoroti setidaknya lima hal krusial sepanjang berjalannya Pilpres 2024 dalam berkas kesimpulan tersebut.

"Dalam kesimpulan yang kami sampaikan, setidaknya ada lima kategori ya pelanggaran yang sangat prinsipil ya, sangat menyolok terjadi pada proses Pilpres 2024 ini," ujar Todung.

Todung menerangkan, Tim Hukum Ganjar-Mahfud mengatakan pelanggaran etika telah terjadi lewat putusan MK tentang batas usia peserta Pilpres yang membuka jalan Gibran Rakabuming Raka adalah pelanggaran etik berat.

"Sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat itu adalah pelanggaran etika berat," ucap Todung.

Capres-Cawapres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD usai menjalani sidang perdana sengketa Pilpres 2024 di MK. (Suara.com/Rakha)
Capres-Cawapres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD usai menjalani sidang perdana sengketa Pilpres 2024 di MK. (Suara.com/Rakha)

Yang kedua, Todung menyebut ada tindakan nepotisme yang dilakukan saat Pilpres 2024, khususnya yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ada banyak Undang-Undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme," ungkap Todung.

"Yang ketiga itu adalah abuse of power yang sangat terkoordinir, sangat masif dan ini terjadi di mana-mana," lanjutnya.

Selanjutnya, Tim Hukum Ganjar-Mahfud berpandangan menyatakan ada pelanggaran prosedur Pilpres 2024.

"Anda bisa lihat apa yang dilakukan oleh KPU, apa yang dilakukan oleh Bawaslu, apa yang dilakukan oleh Paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang," jelas dia.

Lebih lanjut, Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga menyinggung tentang terjadinya penggelemnungan suara.

"Yang terakhir adalah penyalahgunaan aplikasi IT di KPU. Yang kita lihat ujung-ujungnya menimbulkan kekacauan, kontroversi dan ada yang mengatakan menimbulkan penggelembungan suara," papar Todung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI