Lebih jauh Denny menyebut bahwa Mahkamah akhirnya mengambil keputusan membatalkan kemenangan Cawapres Gibran Rakabuming Raka, bukan karena persoalan pencawapresan yang sudah terlanjur absah melalui Putusan 90 dan berbagai putusan MK sesudahnya. Tetapi, MK memutuskan membatalkan kemenangan cawapres Gibran dengan berbagai pertimbangan konstitusional, antara lain:
1. - , dari pernyataan dan tindakan Presiden Jokowi sendiri, dan hal demikian melanggar prinsip pemilu presiden yang LUBER, Jujur dan Adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1);
2. Melalui Putusan 90 dan beberapa Putusan MK sesudahnya, meskipun secara hukum positif tidak ada lagi persoalan dengan pencawapresan Gibran, namun pelanggaran prinsip anti KKN, khususnya , dan menjadi kemenangan yang harus dibatalkan demi menjaga marwah dan kehormatan konstitusi.
3. Karena yang dapat dibuktikan hanya pelanggaran konstitusi - Presiden Jokowi dan nepotisme cawapres Gibran Rakabuming Raka, sedangkan pelanggaran pasangannya Prabowo Subianto, dianggap Mahkamah tidak dapat dibuktikan, maka kemenangan Capres Prabowo tetap dikuatkan oleh Mahkamah. Tentu dengan komplikasi, bahwa suara Paslon 02 tentunya adalah hasil kerja keduanya sebagai pasangan calon.
Opsi keempat ini sejatinya punya bobot politis, selain yuridis. Karena dia seakan-akan menjadi jalan tengah (kompromis) antara hukum yang moralis-idealis dengan politik yang pragmatis-realistis. Bagi kekuatan politik yang diam-diam menolak dilantiknya cawapres Gibran dengan berbagai alasan, opsi ke empat ini menjadi bagian dari solusi. Karena Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 memberikan waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari bagi MPR untuk memilih wapres dari dua calon yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto, tentu setelah pelantikan pada 20 Oktober 2024.
"Persoalannya, enam bulan menjelang pelantikan, saya yakin Presiden Jokowi tentu tidak akan diam. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah, seberapa kuat dan berani bukan hanya mayoritas hakim MK, tetapi juga partai-partai politik untuk bersepakat menggolkan opsi putusan ke empat yang demikian. Sejauh ini, belum ada kekuatan politik yang berani melawan pelanggaran bahkan kejahatan konstitusional yang terang-benderang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Hampir semua kita, tunduk dan takluk atas berbagai kedzaliman konstitusi yang sejatinya dilakukan secara telanjang oleh Presiden Jokowi," terangnya.
Sewajibnya Hakim-Hakim Konstitusi selaku Negarawan, bukan , mampu melepaskan diri dari penjajahan, penghambaan, dan ketakutan atas kuasa otoritarian Presiden Jokowi, yang sebenarnya sudah akan berakhir masa jabatannya. Namun, hakim konstitusi juga manusia, kecuali ada kejutan luar biasa, terus terang saya tidak yakin, para Hakim Konstitusi mau berkorban dan menjadi pahlawan demi menyelamatkan negara demokrasi konstitusional Republik Indonesia.
"Opsi mana yang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Akankah ada kejutan? Saya yakin, tidak. Saya prediksi, MK belum punya dukungan bukti dan keberanian untuk memutus di luar opsi putusan yang pertama, yaitu: , ," tukasnya.
Baca Juga: Makjleb! Hotman Paris Sentil Rocky Gerung: Kau Mencampuri yang Bukan Bidangmu