Suara.com - Parlemen Israel telah menyetujui sebuah RUU yang bertujuan untuk menutup kantor Al Jazeera di Israel, dengan alasan dapat membahayakan keamanan negara.
RUU tersebut memberi wewenang kepada perdana menteri dan menteri komunikasi Israel untuk melakukan tindakan penutupan dan penyitaan aset perusahaan penyiaran asing jika dianggap sebagai ancaman nyata terhadap keamanan nasional.
Netanyahu dan pemerintah Israel mendesak agar RUU ini disetujui pada tahap pembahasan berikutnya di parlemen. Al Jazeera dianggap oleh Israel sebagai media yang mendukung kelompok perlawanan Palestina untuk merdeka.
"Sangat tidak dapat ditoleransi apabila sebuah organisasi media dengan kartu pers yang diberikan Kantor Pers Pemerintah Israel bertindak dari dalam untuk melawan kita, apalagi di masa perang," ucap Karhi, seperti yang dikutip dari Sputnik via Antara.
Baca Juga: Terbongkar! Israel Gunakan Data Intelijen AS Untuk Serang Warga Sipil Di Gaza
"(Dengan RUU ini), kita mendapatkan sebuah alat yang efisien dan cepat untuk bertindak terhadap siapa pun yang menyelewengkan kebebasan pers untuk mengancam keamanan Israel," kata menteri itu melanjutkan.
Otoritas Israel pada Oktober 2023 juga telah mengesahkan peraturan darurat sejenis untuk menutup perusahaan penyiaran yang diduga mengancam keamanan nasional.
Meski peraturan darurat tersebut mengizinkan pemerintah menutup media asing dan mencabut akreditasi media, tidak ada satu pun perusahaan media asing ditutup berdasarkan peraturan tersebut.
Sementara itu, pejabat keamanan pemerintah Israel berulang kali menyatakan bahwa liputan Al Jazeera, khususnya terkait peristiwa di Jalur Gaza, mengancam keamanan Israel.
Otoritas Israel sudah beberapa kali mengupayakan penutupan media tersebut. Namun, tindakan itu urung dilakukan mengingat posisi kunci Qatar dalam negosiasi pembebasan sandera.
Baca Juga: Kasih Hadiah Mewah untuk Egy Maulana Vikri, Umi Pipik Tegaskan Merek Tidak Pro Israel
Langkah ini dilakukan setelah pada awal pekan ini Israel menyerang kamp jurnalis dan relawan yang menyebabkan korban jiwa. Empat diantaranya adalah relawan dari World Central Kitchen Organization yang berasal dari Polandia, Australia, Inggris dan Irlandia.