Cerita Kakak Ipar Prabowo Jadi Pelarian Zaman Orba, Soemitro: Kalau Kamu Ditabrak Orang

Galih Prasetyo Suara.Com
Jum'at, 29 Maret 2024 | 10:45 WIB
Cerita Kakak Ipar Prabowo Jadi Pelarian Zaman Orba, Soemitro: Kalau Kamu Ditabrak Orang
Pernikahan Budisatrio Djiwandono alias Budi Djiwandono bareng Ludmilla FS (Instagram/budidjiwandono)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Sudrajad Djiwandono bongkar cerita mengapa ia harus diberhentikan dari jabatannya di detik-detik keruntuhan Orde Baru (Orba).

Sudrajad Djiwandono merupakan Gubernur BI ke-10. Ia memimpin bank sentral dari Maret 1993 hingga Februari 1998. Sudrajad notabene ialah kakak ipar dari capres nomor urut 02, Prabowo Subianto.

Sudrajad berstatus sebagai suami dari salah satu anak Biantiningsih Miderawati. Bianti merupakan anak pertama dari Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Marie Sigar.

Baca juga:

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024, Otto: Kalau Dia Minta Menteri, Kami Juga Minta Ibu Megawati Dipanggil

Sudrajad memimpin Bank Indonesia di tengah badai ekonomi yang mengguncang negara-negara dunia era 1998. Badai ekonomi itu yang kemudian menjadi titik awal terjadinya krisis moneter dan membuat kekuasaan Orba selama 32 tahun runtuh.

Saat menjadi bintang tamu di kanal Youtube ROSI, Sudrajad menceritakan mengapa ia harus menjadi pelarian sama seperti adik iparnya, Prabowo Subianto jelang kejatuhan Orde Baru.

"Pada waktu saya jadi Gubernur Bank Indonesia, saya harus mengelola yang bertugas menghadapi perkembangan yang sedang bergejolak waktu itu di dunia moneter, di dunia perbankan. Ini yang menyebabkan harus putar otak, dalam beberapa bulan hampir tidur di kantor," cerita Sudrajad seperti dikutip, Jumat (29/3).

Sudrajad menjelaskan hal itu ia lakukan bersama rekan-rekannya demi memikirkan cara bagaimana agar Indonesia bisa selamat dari badai ekonomi yang saat itu sudah menumbangkan banyak negara.

Baca juga:

Baca Juga: Otto Hasibuan Lawan Balik Usulan Hadirkan Sri Mulyani-Risma di MK: Kami Minta Ibu Megawati Dipanggil, Mau Gak?!

Diceritakan oleh Sudrajad bahwa dirinya saat itu sangat grogi melihat bagaiaman penurunan nilai rupiah terhadap dollar AS yang begitu cepat. Kondisi ini jelas mengkhawatirkan karena penurunan mata uang ini membuat cadangan devisa Indonesia menjadi berkurang.

"Dalam beberapa bulan, rupiah terdepresiasi beberapa persen. Jadi sebagai gubernur BI saya sangat grogi rasanya karena melihat penurunan dari cadangan yang kita miliki," jelasnya.

Bagi Sudrajad jika mengingat momentum tahun itu, ia merasakan bahwa hal tersebut jadi cobaan berat baginya dan sejumlah rekan. Apalagi kemudian Sudrajad mengambil langkah berani yang banyak dikatakan sebagai perbuatan melawan Presiden Soeharto.

Sudrajad Djiwandono mengambil keputusan untuk menutup sejumlah bank di Indonesia yang memiliki nilai kapital sangat kurang dari persyaratan. Sudrajad menyebut setidaknya ada 16 bank yang saat itu ia tutup.

Cerita Mantan Mertua Prabowo: 7 Bulan Setelah Dapat Bintang Lima, Soeharti Dilengserkan [Instagram @cendana.archives]
Cerita Mantan Mertua Prabowo: 7 Bulan Setelah Dapat Bintang Lima, Soeharti Dilengserkan [Instagram @cendana.archives]

Nahas bagi Sudrajad, 3 dari 16 bank yang ia tutup itu ternyata milik dari keluarga Soeharto. Sudrajad mengatakan bahwa itu sebagai ketidakberuntungannya.

"Ada Bank Jakarta, itu milik Probosutedjo, adik beliau (Soeharto), Bank Andromeda, 25 persen (sahamnya) milik perusahaan Bambang Tri putra Presiden dan Bank Industri milik Titiek Prabowo, sebetulnya juga ipar saya," jelas Sudrajad.

Setelah keputusan berani itu, Sudrajad dipanggil oleh Soeharto pada 11 Februari 1998. Pemanggilan itu ternyata pemecatan dari jabatannya sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Singkat cerita, setelah pemecatan itu, ia kemudian diberikan saran oleh ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikusumo yang juga mertuanya untuk segera meninggalkan Indonesia.

Sudrajad mengingat bagaimana ayah mertuanya itu khawatir akan keselamatan nyawanya. Kekhawitran Soemitro berdasar, karena saat itu mahasiwa dan eleman gerakan reformasi berikan dukungan atas keputusan berani Sudrajad.

"Namun dalam beberapa bulan, bapak mertua saya, Profesor Soemitro yang juga veteran melawan bos haru lari dari Indonesia, jadi beliau bilang sama saya, sekarang setelah ini semua kamu pergi. Kalau beliau gak apa-apa, kalau kamu nyetir mobil, kamu ditabrak bagaimana. Jadi saya lari lha," jelasnya.

Namun Sudrajad bukan bersembunyi, karena ia tetap menjadi pengajar di salah satu kampus terbaik dunia, Universitas Harvard.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI