Suara.com - ATJ (33), pemuda gempal penuh tato di lengan tak berkutik saat ditangkap polisi untuk keenam kali. Residivis dengan berbagai kasus berbeda itu kembali berurusan dengan hukum usai melakukan aksi pencurian menggunakan airsoft gun di Tambora, Jakarta Barat.
Kapolsek Tambora Kompol Donny Agung Harvida menyebut ATJ merupakan pentolan dari kawanan pencuri ini yang biasa beraksi di kawasan Jakarta Barat.
"Pelaku yang kita tangkap ini pentolannya dari kawanan curas (pencurian dengan kekerasan) ini," kata Donny kepada wartawan, Minggu (24/3/1024).
Aksi pencurian menggunakan senjata tajam dan airsoft gun ini, kata Donny, terjadi Senin (4/3/2024) lalu. ATJ dibantu dua temannya berinisial M dan A yang kekinian masih diburu.
Baca Juga: Gelar SOTR tapi Langgar Maklumat Kapolda, 31 ABG di Pancoran Berakhir Digaruk Polisi
"Untuk airsoft gun sendiri diperoleh dari temannya. Saat ini temannya tersebut merupakan pelaku yang masih dalam pengejaran petugas," tutur Donny.
Dalam aksi kejahatannya, ATJ bermodus berpura-pura menjual handphone atau HP lewat Facebook. Kemudian korban yang tertarik membeli diajak bertemu untuk melakukan proses pembayaran di tempat sepi.
"Pelaku sempat mengancam korban agar jangan berteriak, jika bahkan diancam dibunuh jika berteriak," ungkapnya.
Sebelum ditangkap untuk yang keenam kalinya, ATJ pernah ditangkap tiga kali oleh jajaran Polsek Tambora atas kasus narkoba hingga penganiayaan pada tahun 2012, 2016 dan 2017. Kemudian pada tahun 2020 dan 2021 ATJ tercatat dua kali ditangkap jajaran Polsek Taman Sari atas kasus penipuan dan pemerasan.
Donny mengungkap berdasar hasil keterangan ATJ, duda beranak satu itu kembali melakukan aksi kejahatannya karena terdesak kebutuhan ekonomi. Selain itu juga karena kecanduan sabu.
"Uang hasil kejahatan untuk kebutuhan sehari-hari. Pelaku juga menggunakan uang itu salah satunya untuk beli narkoba jenis sabu," ungkap Donny.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ATJ telah ditahan di Polsek Tambora. Dia dijerat dengan Pasal 365 KUHP Juncto Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman 9 tahun penjara.