Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mengkritisi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan memberikan ruang bagi anggota TNI/Polri aktif menduduki jabatan sipil.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menilai rencana tersebut sebagai langkah untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI ala Orde Baru.
"KontraS menganggap diiberinya ruang kepada TNI-Polri aktif untuk menempati posisi dalam jabatan ASN dianggap sebagai langkah yang dapat menghidupkan kembali konsep Dwifungsi ABRI ala Orde Baru dan mengembalikan peranan angkatan bersenjata dalam kehidupan sipil masyarakat," kata Dimas lewat keterangannya kepada Suara.com, Jumat (22/3/2024).
Menurut dia, diberikannya ruang bagi TNI dan Polri aktif menempati jabatan sipil mengurangi profesionalitas kedua lembaga, yang seharusnya fokus pada tugas pertahanan negara dan keamanan masyarakat.
Baca Juga: PKS Waspada Dwifungsi ABRI Baru: TNI-Polri Jangan Semena-mena Isi Jabatan Sipil!
"Penempatan TNI-Polri sebagai ASN juga dapat memperburuk situasi yang sudah kompleks, terutama terkait dengan masih lekatnya kultur kekerasan pada institusi pertahanan dan keamanan dan semakin menyiratkan bahwa terdapat inferioritas sipil dari militer dalam pengelolaan pemerintahan di Indonesia," terang Dimas.
Adanya revisi ini juga dianggap sebagai langkah mundur yang memberikan ruang bagi militer untuk campur tangan dalam urusan sipil.
"Revisi UU ASN yang memperbolehkan hal ini dianggap sebagai langkah mundur dalam reformasi sektor keamanan dan dapat memperkuat campur tangan militer dalam urusan sipil dan politik," tegasnya.
Selain itu, kata Dimas, terdapat juga persoalan dalam penegakan etik, mengingat TNI-Polri memiliki mekanisme masing-masing.
"Menimbulkan kekaburan (obscuur) hukum dan disharmonisasi penerapan hukum serta mengakibatkan gangguan pada skema pembangunan tata kelola pemerintahan demokratis khususnya mekanisme pertanggungjawaban etik dan penegakan hukum, karena baik TNI maupun Polri memiliki mekanisme penegakan kode etik yang berbeda dengan ASN dari kalangan sipil," tuturnya.
Baca Juga: Lewat Somasi, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Minta Maaf Gegara Culas di Pemilu 2024
"Pada sisi lain yurisdiksi penegakan hukum TNI juga secara khusus diatur oleh Peradilan militer, sehingga jika anggota TNI yang ditempatkan dalam jabatan ASN melakukan tindak pidana jabatan akan timbul kekacauan dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan," Dimas menambahkan.
Oleh karenanya, KontraS menyampaikan sikapnya:
1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menghentikan pembahasan dan rencana pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara yang membolehkan TNI-Polri aktif menduduki jabatan instansi sipil.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dalam hal ini Komisi II untuk segera melakukan penjajakan terhadap kemungkinan revisi ulang terhadap Pasal 19 ayat (2) UU Aparatur Sipil Negara yang memperkenankan jabatan tertentu dapat diisi oleh unsur TNI atau Polri. Selain itu, Komisi I yang menjadi mitra pengawas dari institusi TNI dan Komisi III yang menjadi mitra dari Polri pun harus turut menolak wacana penempatan TNI-Polri aktif pada jabatan ASN lewat RPP Manajemen Sipil Negara.
3. Panglima TNI dan Kapolri untuk menyelesaikan berbagai masalah institusi seperti halnya menumpuknya jumlah perwira non-job dengan mengevaluasi sistem jabatan di tubuh institusi TNI dan Polri.
4. TNI dan Polri untuk tetap profesional menjalankan tugas dan mandatnya di bidang pertahanan dan keamanan sebagaimana ditentukan oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan.