Suara.com - Majelis Hakim diminta untuk menolak nota keberatan atau eksepsi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang kini berstatus terdakwa dalam kasus kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Pernyataan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi eksepsi SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/3/2024).
"Kami meminta majelis hakim yang memutuskan perkara ini untuk menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa untuk seluruhnya," ujar JPU KPK dikutip dari Antara, Rabu.
JPU KPK menuturkan nota keberatan penasihat hukum SYL tidak berdasar, sehingga haruslah ditolak seluruhnya atau setidaknya dikesampingkan.
Eksepsi SYL
Baca Juga: Usai Sita Uang Rp15 Miliar, KPK Cekal Bos Celana Dalam Rider Hanan Supangkat ke Luar Negeri
Dalam eksepsi, penasihat hukum SYL meminta SYL untuk dibebaskan dari tahanan lantaran proses hukum kasus yang menimpa SYL dinilai tidak benar serta bertentangan dengan hukum acara pidana.
Selain meminta menolak eksepsi SYL, JPU KPK turut memohon majelis hakim untuk menyatakan Surat Dakwaan JPU Nomor 32/tut.01.04/24/02/2024 tanggal 19 Februari 2024 sah menurut hukum karena sudah disusun sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Dengan demikian, kata dia, surat dakwaan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pemeriksaan dalam mengadili tindak pidana korupsi SYL.
Selanjutnya, JPU KPK juga meminta majelis hakim menyatakan sidang pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi SYL dengan nomor 20/pidsus/data tpk/2024/pn.jkt.pst dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Menanggapi permohonan tersebut, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mengatakan majelis hakim akan bermusyawarah. Adapun sidang SYL akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan sela oleh majelis hakim pada Rabu, 27 Maret 2024.
Baca Juga: Sama-Sama Nyeleneh, Membandingkan Ucapan Mentan Amran Sulaiman vs SYL saat Harga Bahan Pokok Naik
Dakwaan JPU KPK
SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan pada rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Perbuatan SYL sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Antara)