Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Eskpor Indonesia atau LPEI ke penyidikan. Sebagaimana diketahui kasus tersebut juga dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Kejaksaan Agung pada Senin (18/3).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, KPK sudah menerima laporan dugaan korupsi di LPEI pada 10 Mei 2023. Kemudian 13 Februari 2024 ditingkatkan ke penyelidikan.
"Dari penelaahan disampaikan ke Direktorat Penyelidikan KPK pada tanggal 13 Februari dan kemudian telah dilakukan penyelidikan pada tgl 13 Februari 2024 tersebut," kata Ghufron saat menggelar konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Lalu pada Selasa, 19 Maret 2023 KPK meningkatkannya ke penyidikan, atau sehari setelah Sri Mulyani melaporkan ke Kejagung. Ghufron menyebut hal itu dilakukan, setelah melalui sejumlah prosedur hukum yang berlaku.
"Pada hari ini segenap dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan di Kedeputian Penindakan dan juga telah memaparkan di hadapan pimpinan. Maka pada tanggal 19 Maret 2024 ini KPK meningkatkan proses lidik dari dugaan penyimpangan atau dugaan TPK adalah pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan," tegas Ghufron.
Dikatakannya, hal itu perlu mereka sampaikan menyikapi langkah yang diambil Sri Mulyani yang melapor ke Kejagung.
"Sehingga ini KPK perlu tegaskan, bahwa KPK telah meningkatkan status penanganan perkara dugaan penyimpangan ataupun korupsi apda penyaluran kredit dari LPEI ini telah naik pada status penyidikan," ujar Ghufron.
Laporan Sri Mulyani ke Kejagung
Laporan dugaan korupsi di LPEI dilaporkan langsung Sri Mulyani kepada Jaksa Agung RI, ST Burhanudin di Gedung Utama Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (18/3).
Baca Juga: Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK Kasus Dugaan Korupsi Perizinan Tambang
Sri Mulyani menyebut laporan ini merupakan hasil penelitian tim terpadu yang meliputi LPEI, BPKP, Jamdatun dan Irjen Kemenkeu. Berdasar hasil penelitian ditemukan adanya empat debitur bermasalah yang terindikasi fraud atau korupsi senilai Rp2,5 triliun.
"Kami bertandang ke Kejaksaan dan Jaksa Agung Pak Burhanuddin sangat baik menerima kami untuk juga menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu tersebut terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur," tuturnya.
Sementara Burhanudin mengungkap bahwa dugaan korupsi ini terjadi sejak 2019 lalu. Empat perusahaan yang terlibat di antaranya PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR sebesar Rp216 miliar, PT SRI sebesar Rp1,44 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.