Suara.com - Pengamat politik M Qodari meminta sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk berhenti halusinasi perihal hasil paslon 03 Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024.
Menurut Qodari, sebenarnya menolak kekalahan dalam pemilu itu hal yang manusiawi tetapi setelahnya apa langkah yang dilakukan, apakah terus menyangkal atau kemudian bisa menerima.
"Kalau yang saya perhatiakan kan saat ini, ada yang menerima kekalahan (paslon 03) seperti Sandiaga Uno yang mengatakan bagian dari tim yang kalah," kata Qodari seperti dikutip, Selasa (19/3).
"Tapi ada juga yang masih menyangkal dan menganggap bahwa ada hasil yang berbeda, yang lain dan prosesnya tidak sesuai. Tapi ada juga yang menarik, yang absurd menurut saya, justru memunculkan teori-teori baru misalnya kaya mas Hasto yang mengatakan bahwa sirekap dikunci di angka 16-17 persen misalnya," jelas Qodari.
Menurut Qodari, apa yang disampaikan oleh Hasto itu seperti halusinasi dan ilusi karena menyangkal hasil dari Pemilu 2024. Lebih lanjut kata Qodari, jika sampai pada titik ekstrem seseorang bisa putus pada realita yang ada.
"Jadi bila kita benar-benar tidak bisa mempertemukan antara kenyataan yang ada, kita jadi menciptakan realita sendiri. Sehingga antara realita yang kita ciptakan dengan realita yang ada menjadi putus," ujarnya.
"Sebenarnya ada istilah umum mengenai hal itu dan diketahui publik, tapi saya gak berani nyebutnya," tambah Qodari.
Qodari pun mengatakan seharusnya paslon yang kalah harus bisa menerima hasil Pemilu 2024 dan tidak menciptakan narasi-narasi liar.
"Kembali ke mas Hasto karena sedang ramai kan yah. Sebenarnya gak masuk akal, pertama proses pemilu diawasi banyak orang, TPS banyak saksi dari paslon dan partai. Kedua, hasil sirekap dengan manual itu juga semua ada dasarnya, yakni formulir C1. Bisa dicek formulir C1 itu,"
Baca Juga: Bukan di Pilpres 2024, Gibran Mau Mengalah untuk Urusan Ini
"Ada juga hasil quick qount dan saya haqul yakin orang yang memahami hasil quick qount itu yah mas Hasto karena dia kan sekjen PDIP, hari-hari ngurusin Pilkada dan quick qount," jelas Qodari.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai bahwa Pemilu 2024 merupakan perpaduan sempurna dari seluruh kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 1971 era Orde Baru dan Pemilu tahun 2009 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hasto menyebut kecurangan Pemilu 2024 terjadi dari hulu ke hilir, mulai dari rekayasa di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga pengerahan aparat negara untuk pemenangan salah satu calon.
Hal itu disampaikan Hasto saat diskusi publik bertajuk 'Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik' di Sekretariat Barikade 98, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).
"Itu sudah saya sampaikan dalam wawancara kami dengar kecurangan hulu hilir tidak boleh dibiarkan. Kami telah menyatakan Pemilu 2024 ini merupakan perpaduan antara apa yang terjadi pada pemilu 1971 dan pemilu 2009. Perpaduan sempurna," kata Hasto.
"Kalau dulu (Pemilu 1971 dan 2009) menggunakan instrumen kekerasan yang dilakukan oleh ABRI dengan sumber daya, yang tidak terbatas. Saat ini pun juga sama dilakukan oleh instrumen negara yang seharusnya netral dengan sumber-sumber daya dari negara," kata Hasto dalam diskusi.