Kembalinya Dwi Fungsi ABRI? Imparsial Kritik Rencana Pengisian Jabatan ASN oleh TNI-Polri

Jum'at, 15 Maret 2024 | 02:25 WIB
Kembalinya Dwi Fungsi ABRI? Imparsial Kritik Rencana Pengisian Jabatan ASN oleh TNI-Polri
Ilustrasi ASN. [Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Imparsial menilai rencana pemerintah mengizinkan anggota TNI dan Polri mengisi jabatan di lembaga dan instansi negara bertolak belakang dengan semangat Reformasi 1998. Aturan itu nantinya akan tertuang dalam Peraturan Pemerintah atau PP tentang ASN.

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan hal tersebut dapat mengancam demokrasi di Indonesia karena melegalisasi kembali praktik Dwi Fungsi ABRI seperti di masa rezim Orde Baru.

"Jelas hal itu akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik Dwi Fungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru," kata Gufron kepada wartawan, Kamis (14/3/2024).

Gufron mengatkaan TNI merupakan alat pertahanan negara yang sepatutnya bertugas menghadapi ancaman perang. Sedangkan Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat atau kamtibmas dan penegakan hukum.

Baca Juga: Cerita Mantan Mertua Prabowo: 7 Bulan Setelah Dapat Bintang Lima, Soeharto Dilengserkan

"Kedua lembaga itu sepatutnya dan seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan politik dan menduduki jabatan-jabatan sipil karena itu bukan fungsi dan kompetensinya. Dengan demikian penempatan TNI dan Polri di jabatan sipil merupakan sesuatu yang menyalahi jati diri mereka," katanya.

Gufron lantas mengungkap bahwa salah satu amanat Reformasi ialah mencabut peran TNI dan Polri dalam urusan politik, dan mengembalikan fungsi mereka menjadi militer dan aparat penegak hukum yang profesional.

Kebijakan pemerintah yang berencana mengizinkan anggota TNI dan Polri mengisi jabatan ASN lewat PP tentang ASN ini menurut jelas bertolak belakang dengan semangat Reformasi.

"Penting untuk dicatat, kehidupan demokrasi yang dicapai dan dinikmati hari ini adalah buah dari perjuangan politik berbagai kelompok pro demokrasi pada tahun 1998," tuturnya.

"Oleh karena itu, kalangan elit politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, semestinya menjaga dan bahkan memajukan sistem dan dinamika politik demokrasi hari ini, dan bukan sebaliknya malah mengabaikan sejarah dan pelan pelan ingin mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru," Gufron menambahkan.

Baca Juga: Punya Rekam Jejak Berdarah, Koalisi Sipil: Tidak Pantas Diberi Pangkat Jenderal Kehormatan!

Penghapusan Dwi Fungsi ABRI, lanjut Gufron, tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian. Tetapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia.

"Kami menilai bahwa dalam upaya menjaga dan mendorong pemajuan sistem dan praktik demokrasi di Indonesia, peran sosial-politik ABRI (TNI dan Polri) yang telah dihapuskan pada tahun-tahun transisi politik 1998 menjadi penting untuk dijaga dan dipertahankan," ujarnya.

Menurut Gufron daripada kembali menghidupkan Dwi Fungsi ABRI, lebih baik TNI dan Polri fokus menjadi alat pertahanan dan keamanan yang profesional. Terlebih di era kekinian diperlukan adanya kefokusan dan spesialisasi prajurit TNI untuk menghadapi ancaman spesifik.

"Polri juga sudah seharusnya difokuskan untuk menghadapi ancaman keamanan yang juga semakin kompleks seiring dengan perkembangan perbuatan kriminal yang tidak lagi konvensional," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI